Eks Dirut ASDP Pernah Ampuni Anak Buah yang Tilap Dana Dinas Kini Sama-sama Jadi Terdakwa

Eks Direktur Utama PT ASDP Ferry Ira Puspadewi. -Foto iq-

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Persidangan kasus dugaan korupsi di tubuh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry kembali menyeret nama-nama besar yang pernah duduk di jajaran direksi. Salah satu sorotan terbaru muncul dari kesaksian dalam sidang Tipikor Jakarta Pusat yang mengungkap bahwa mantan Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi, sempat membela anak buahnya yang terlibat penyelewengan dana perjalanan dinas.

Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, pernah melakukan penilapan dana sebesar Rp50 juta pada tahun 2018. Saat kasus ini mencuat, tim Satuan Pengawas Internal (SPI) ASDP telah merekomendasikan pemberhentian terhadap Harry setelah dilakukan pemeriksaan internal dan evaluasi sanksi.

Namun, alih-alih memberikan sanksi tegas, Ira Puspadewi yang kala itu masih menjabat sebagai Dirut ASDP justru menganggap kasus tersebut sebagai kesalahan administratif yang tidak terlalu besar nilainya. Sikap lunak ini berujung pada pembatalan rekomendasi pemecatan. Harry bahkan diminta menandatangani pakta integritas dan tetap dipertahankan di perusahaan.

Padahal, berdasarkan pandangan sebagian pejabat internal, persoalan utama bukan pada nominal yang diselewengkan, tetapi pada tindakan yang mencerminkan niat tidak baik serta hasil audit yang dinilai cukup kuat untuk menjatuhkan sanksi berat. Bahkan, sempat diajukan surat pengunduran diri oleh yang bersangkutan, namun akhirnya dibatalkan dan Harry kembali aktif bekerja.

Kini, baik Ira maupun Harry harus duduk sebagai terdakwa dalam perkara yang lebih besar: dugaan korupsi dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP. Selain mereka, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Ferry Yusuf Hadi, juga ikut menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Menurut dakwaan jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketiga mantan pejabat tinggi ASDP tersebut diduga melakukan kolusi dalam proses akuisisi PT JN, termasuk pembelian aset berupa kapal yang sebagian besar dalam kondisi rusak atau bahkan karam. Salah satu kapal, yakni KMP Jembatan Musi II, saat diinspeksi ditemukan dalam kondisi tidak layak operasi karena tenggelam. Sementara kapal lain, KMP Marisa Nusantara, diketahui telah kehilangan legalitas operasional karena dokumen klasifikasi dan perizinannya tidak berlaku lagi.

Akibat dari praktik pengadaan yang menyimpang tersebut, negara dirugikan sebesar Rp1,25 triliun. Jumlah itu secara tidak langsung memperkaya pihak pemilik PT JN yang memperoleh nilai akuisisi jauh dari nilai riil aset yang dimilikinya.

Persidangan yang terus bergulir ini membuka tabir buruk pengelolaan di salah satu BUMN transportasi air terbesar di Indonesia, sekaligus memperlihatkan bagaimana kelonggaran terhadap pelanggaran kecil di masa lalu bisa berbuntut pada skandal besar yang merugikan negara. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan