KPK Tegaskan Penegakan Hukum Harus Beri Efek Jera, Tolak Amnesti untuk Noel

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Foto: CNN Indonesia--
Radarlambar.bacakoran.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus memberi efek jera sekaligus menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Pernyataan ini muncul setelah mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel meminta amnesti kepada Presiden atas kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjeratnya.
KPK menekankan pemberantasan korupsi tidak berhenti pada penindakan, tetapi juga harus diikuti dengan langkah pencegahan. Permasalahan yang ditemukan di Kementerian Ketenagakerjaan, terutama terkait pelayanan publik dan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), akan ditindaklanjuti agar tidak ada lagi celah praktik korupsi di kemudian hari.
Sementara itu, Noel yang mengenakan rompi oranye tahanan KPK sempat menyuarakan harapan mendapat pengampunan saat digelandang ke Rumah Tahanan Negara KPK cabang Gedung Merah Putih pada Jumat, 22 Agustus. Namun, Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan Presiden Prabowo Subianto tidak akan membela pejabat maupun bawahan yang terjerat kasus korupsi.
Berdasarkan penyelidikan KPK, Noel diduga menerima jatah pemerasan senilai Rp3 miliar pada Desember 2024 serta satu unit motor Ducati. Dugaan pemerasan ini tidak dilakukan sendiri, melainkan bersama sepuluh tersangka lain sejak 2019.
Salah satu tokoh kunci yang disebut sebagai otak perbuatan ini adalah Irvian Bobby Mahendro Putro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 periode 2022–2025. Modus pemerasan dilakukan dengan menaikkan biaya penerbitan sertifikat K3 jauh di atas tarif resmi. Biaya resmi seharusnya hanya Rp275 ribu, namun para pihak diwajibkan membayar hingga Rp6 juta untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
KPK menilai praktik tersebut bukan sekadar merugikan perusahaan, tetapi juga merusak tata kelola pelayanan publik. Penindakan Noel dan jaringan pelaku lain diharapkan menjadi peringatan keras bahwa korupsi di sektor ketenagakerjaan tidak lagi mendapat toleransi.(*)