Remaja Bebas Anemia, Konsentrasi Belajar Lebih Meningkat dan Berprestasi
1402--
BALIKBUKIT - Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang bisa dialami oleh balita, remaja, ibu hamil bahkan usia lanjut.
Jika dilihat dari hasil Riskesdas pada tahun 2018, tercatat sebesar 26,8% anak usia 5-14 tahun menderita anemia dan 32% pada usia 15-24 tahun. Itu artinya 3 dari 10 orang teman kamu menderita anemia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Barat dr. Widyatmoko Kurniawan, Sp.B., mengatakan, kasus anemia yang masih tinggi ini erat kaitannya dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), dimana 8,3 juta dari 12,1 juta remaja putri tidak mengkonsumsi TTD yang membuat mereka berisiko anemia.
Sebetulnya dapat mencegah anemia dengan mengkonsumsi TTD secara teratur sejak remaja. Remaja putri yang anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia, selanjutnya menjadi ibu anemia yang dapat mengalami kekurangan energi kronis saat hamil nanti.
Kemudian, kekurangan energi kronis pada ibu hamil bisa meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting.
”Dampak Anemia Jangka Pendek bisa menurunkan daya tahan tubuh penderitanya sehingga mudah terkena penyakit infeksi, anemia menyebabkan kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak, ini bisa membuat kebugaran dan ketangkasan berpikir menurun yang tentu saja bisa membuat prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja jadi ikutan turun,” ujarnya.
Kemudian, dampak jangka panjang anemia pada rematri dan wanita usia subur akan terbawa hingga dia menjadi ibu hamil anemia yang bisa mengakibatkan perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
”Sedangkan bayi yang dikandungnya dapat mengalami Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), kelahiran prematur, BBLR, dan gangguan tumbuh kembang anak, di antaranya stunting dan gangguan neurokognitif. Bayi yang lahir dengan cadangan zat besi (Fe) rendah akan berlanjut menderita anemia pada bayi dan usia dini, hal ini bisa meningkatkan risiko kesakitan dan kematian neonatal dan bayi,” ujarnya.
Lanjutnya, Gerakan Aksi Bergizi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, teman-teman dan seluruh warga sekolah tentang pemenuhan gizi bagi remaja meliputi aktivitas fisik, makan bersama dan konsumsi TTD bagi remaja putri.
”Gerakan ini terbukti efektif dalam peningkatan pengetahuan mengenai gizi sebelum dan sesudah intervensi, peningkatan proporsi semua remaja memiliki sikap positif terhadap TTD dan rematri yang mengkonsumsi TTD setiap minggu, peningkatan remaja yang melakukan aktivitas fisik 60 menit/hari dan mengkonsumsi buah dan sayur setelah dilakukan intervensi serta proporsi remaja putri yang mengkonsumsi TTD mingguan 12 kali lebih mungkin naik setelah intervensi,” kata dia.
Terusnya, cegah anemia pada remaja putri dengan tablet tambah darah. Kondisi kekurangan sel darah merah di dalam tubuh atau yang dikenal dengan anemia bisa dialami oleh siapa saja, termasuk anak remaja.
Namun, dibandingkan remaja putra, remaja putri berisiko lebih tinggi mengalami anemia. Salah satu alasannya karena remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya. Menstruasi bulanan menyebabkan para remaja putri mudah mengalami anemia, yaitu kondisi dimana sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di dalamnya lebih rendah dari biasanya. Sehingga membuat tubuh lebih mudah lemas dan mudah untuk pingsan.
”Tidak berhenti sampai disitu, dampak anemia juga menyebabkan para remaja putri mengalami berbagai kondisi seperti. Penurunan imunitas sehingga lebih rentan terpapar berbagai penyakit infeksi, penurunan konsentrasi belajar di kelas penurunan prestasi di sekolah, penurunan kebugaran dan produktivitas kerja,” sebutnya.
Melihat kondisi demikian, lanjutnya, maka upaya pemberian TTD menjadi penting untuk diberikan untuk remaja putri dalam proses pertumbuhannya. Selain untuk meminimalisir potensi anemia yang berakibat terhadap kesehatan dan prestasi di sekolah, pemberian tablet tambah darah juga untuk mempersiapkan kesehatan remaja putri pada saat sebelum menjadi seorang ibu.