BPS Survei Usaha Bahan Pokok non-Rumah Tangga

PETUGAS Mitra BPS Lambar saat pendataan warga pelaku Bapok Non RT di Kecamatan Airhitam. Foto dok--
AIRHITAM – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Barat terus melakukan pemetaan sektor usaha mikro yang bergerak di bidang pengolahan bahan makanan pokok non-rumah tangga Tahun 2025.
Salah satu kegiatan survei terbaru dilaksanakan di Kecamatan Air Hitam, dengan fokus pendataan pelaku usaha makanan pokok skala kecil yang tidak dikelola dalam lingkup rumah tangga.
Seperti terpantau pada Rabu (8/10/2025) petugas mitra BPS Lampung Barat terlihat menyambangi sejumlah pelaku usaha di Pekon Srimenanti dan Pekon Gunungterang. Mereka melakukan wawancara langsung dan pencatatan data terkait aktivitas produksi bahan pokok yang menjadi komoditas utama dari usaha masyarakat setempat.
Petugas mitra BPS Kecamatan Air Hitam, Parni, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari Survei Bahan Pokok Non-Rumah Tangga (BAPOK Non-RT) yang dilaksanakan secara nasional oleh BPS. Survei ini menyasar unit usaha kecil yang memproduksi makanan pokok seperti tempe, keripik, getuk, dan produk sejenis lainnya yang tergolong dalam 18 komoditas bahan pokok nasional.
“Di Kecamatan Air Hitam, kami mengambil dua pekon sebagai sampel survei, yaitu Srimenanti dan Gunungterang. Di Srimenanti, terdapat satu pelaku usaha pembuatan keripik yang menjadi responden, sementara di Gunungterang terdapat dua warga yang menjalankan usaha pembuatan tempe dan getuk,” ujar Parni kepada wartawan.
Survei ini, lanjut Parni, bukanlah bagian dari sensus usaha secara menyeluruh, melainkan bertujuan untuk memperoleh gambaran frekuensi produksi, kapasitas usaha, dan besaran biaya operasional dari para pelaku usaha non-rumah tangga tersebut. Hal ini penting sebagai dasar dalam perumusan kebijakan pemerintah terkait ketahanan pangan, pengembangan UMKM, dan distribusi bahan pokok.
Dalam proses pendataan, petugas BPS menggali sejumlah informasi penting dari pelaku usaha, antara lain Frekuensi produksi per minggu (berapa kali usaha dijalankan), volume produksi dan jenis bahan makanan pokok yang diolah, biaya operasional seperti pembelian bahan baku, tenaga kerja, dan transportasi dan pemasaran produk, termasuk jangkauan distribusi dan target pasar
Data yang dikumpulkan nantinya akan diolah dan dilaporkan sebagai bagian dari data statistik sektoral, yang berguna bagi instansi pemerintah dalam menyusun program pengembangan sektor ekonomi kerakyatan.
“Kami tidak membawa program bantuan atau pelatihan, tetapi semata-mata melakukan survei data. Namun tentu saja, jika data ini menunjukkan potensi yang baik, bisa saja ke depan para pelaku usaha ini masuk dalam prioritas program pemberdayaan,” jelas Parni.
Parni juga menyampaikan apresiasi kepada para pelaku usaha yang telah bersedia menjadi responden dalam survei tersebut. Ia berharap usaha kecil yang ditekuni masyarakat, terutama dalam sektor pengolahan bahan makanan, bisa terus berkembang dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah, swasta, maupun lembaga keuangan.
“Semoga dengan masuknya usaha mereka dalam survei ini, akan membuka peluang untuk diperhatikan lebih lanjut oleh stakeholder yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi,” tutupnya. (rinto/nopri)