Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintahan baru periode 2024-2029 yang di pimpin oleh presiden Prabowo Subianto, masyarakat banyak berharap adanya perbaikan pada sistem pendidikan. Termasuk soal kepastian keberlanjutan Kurikulum Merdeka yang berada di indonesia.
Setelah diterapkannya Kurikulum Merdeka, Ujian Nasional (UN) bahkan juga sistem zonasi menjadi perbincangan pakar hingga kepada orang tua siswa, Sebagian orang berharap sistem UN diberlakukan kembali dan sebaliknya zonasi dihapuskan.
Pada awal di masa pemerintahannya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Kabinet Merah Putih, Prof Dr Abdul Mu'ti MEd mengatakan untuk memastikannya perlu waktu dan tidak bisa dengan cara terburu-buru.
"Kita tidak akan buru-buru mengambil keputusan apalagi memang adanya suatu polemik yang sekarang ini masih terus terjadi di bagian masyarakat. Jadi kami ingin supaya kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tersebut suatu kebijakan yang memang sesuai dengan apa yang menjadi arti rasa bagi masyarakat," katanya kepada wartawan.
UN tersebut tidak Bisa Dijadikan Alat Kelulusan
Menanggapi polemik UN tersebur, pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Achmad Hidayatullah PhD mengatakan bahwa UN pada dasarnya merupakan evaluasi terhadap capaian belajar bagi siswa. Akan tetapi, realitanya nilai UN dijadikan alat kelulusan bagi sekolah di indonesia.
"Saya pikir ini jadi masalah, saat UN yang berlangsung 3 hari menjadi alat ukur kelulusan belajar bagi siswa. Mungkin pemangku kebijakan berpikir UN memotivasi siswa untuk giat dalam belajar, faktanya justru malah terjadi sebaliknya, banyak siswa yang stres bahkan banyak kecurangan terjadi dimana-mana," jelasnya, dilansir dari laman UM Surabaya.
Lulusan Doctoral School of Education University of Szeged, Hungaria berpendapat bahwa UN itu sendiri mempunyai beberapa kekurangan. Salah satunya bisa melemahkan karakters bagi siswa.