Radarlambar.bacakoran.co- Ekonom energi memperkirakan bahwa harga Pertalite bisa melonjak hingga 20% jika rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT) benar-benar diterapkan.
Artinya, harga Pertalite bisa naik hingga Rp12.000-Rp13.000 per liter, dari harga saat ini yang berkisar Rp10.000 per liter dengan skema subsidi.
Ekonom dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, mengingatkan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengubah skema subsidi BBM. Hal ini karena kondisi perekonomian yang masih menghadapi berbagai tantangan, seperti rencana kenaikan pajak dan kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Menurut Yayan, meskipun pengalihan subsidi menjadi BLT bisa jadi pilihan, namun data yang digunakan dalam penyaluran bantuan sering kali tidak akurat, berisiko membuat bantuan tidak tepat sasaran.
Selain itu, skema BLT untuk mengganti subsidi BBM juga dipandang tidak efektif, terutama jika pemerintah tidak mampu memastikan data penerima bantuan yang benar.
Yayan berpendapat bahwa subsidi berbasis kuota yang lebih tepat, di mana subsidi hanya diberikan untuk wilayah tertentu atau fasilitas umum, bisa menjadi alternatif yang lebih baik.
Pemerintah juga didorong untuk mencari sumber energi alternatif, seperti bioetanol dan biofuel, untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak. Dengan pengembangan energi alternatif, Indonesia diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada subsidi pemerintah dan menurunkan biaya energi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyebutkan bahwa ada tiga opsi yang sedang dibahas terkait peralihan subsidi energi, termasuk BBM dan listrik.
Salah satunya adalah mengalihkan subsidi berbasis kuota menjadi BLT, meskipun hal ini akan mengurangi subsidi untuk sektor publik seperti rumah sakit dan transportasi umum.
Sebagai alternatif, pemerintah juga mempertimbangkan untuk mempertahankan subsidi berbasis barang untuk fasilitas umum agar dapat menahan laju inflasi.
Namun, Bahlil juga menegaskan bahwa subsidi LPG tetap akan berbentuk barang, karena mendengar masukan dari pelaku usaha dan UMKM yang sangat bergantung pada subsidi tersebut.(*)