60 Tahun Maju-Mundur Hingga Kembalinya Nuklir di Indonesia

Rabu 29 Jan 2025 - 21:39 WIB
Reporter : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co - Nuklir telah menjadi isu panas dunia dalam seratus tahun terakhir, dan di Asia, sejak 1960-an, China menjadi pelopor dalam lomba kekuatan nuklir, baik untuk energi maupun senjata. 

Pada tahun 1964, China sukses menggelar uji coba bom atom pertama di Asia. Hal ini mendorong Presiden Sukarno, yang sejak 1954 berambisi memanfaatkan nuklir untuk kebutuhan energi nasional, untuk terinspirasi.

Dalam pidatonya pada Kongres Muhammadiyah pada 24 Juli 1965 di Jakarta, Sukarno bertekad untuk menyusul prestasi China dalam pengembangan nuklir. Sukarno menyatakan, “Insya Allah dalam waktu dekat ini kita akan berhasil membuat bom atom sendiri.”ujarnya

Namun, ia buru-buru menambahkan bahwa nuklir hanya akan digunakan untuk tujuan damai, bukan untuk agresi terhadap negara manapun.

Meski minat Indonesia terhadap senjata nuklir tidak bertahan lama, para penerus Sukarno terus melanjutkan cita-citanya untuk membangun reaktor nuklir sebagai sumber energi. Namun, 60 tahun sejak janji Sukarno, hingga kini Indonesia belum membangun satu pun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala besar. Tiga reaktor kecil yang dimiliki Indonesia—di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong—hanya digunakan untuk penelitian nuklir dan keperluan medis.

Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia mulai menilai kembali potensi nuklir sebagai sumber energi alternatif. Meski ada resistensi publik, BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) diminta untuk melanjutkan penelitian, termasuk mengkaji kawasan geologis di Gunung Muria, Jawa Tengah, sebagai calon lokasi PLTN pertama. Soeharto menyatakan, meski ada risiko dalam penggunaan teknologi nuklir, jika perencanaan dilakukan dengan cermat, maka Indonesia tidak perlu ragu.

Namun, booming minyak dan batubara serta resistensi publik yang terus muncul membuat rencana PLTN sempat mereda pada era Orde Baru. Di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ambisi nuklir kembali hidup. Pada tahun 2004, Yudhoyono mengumumkan proyek listrik ambisius 35GW yang mencakup opsi nuklir. Indonesia bahkan melakukan komunikasi dengan Badan Energi Atom Dunia (IAEA), yang memberi dukungan terhadap rencana pembangunan PLTN. Namun, meskipun upaya tersebut berlanjut, hingga Yudhoyono lengser, PLTN Indonesia belum terwujud.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, isu nuklir kembali mengemuka. Salah satu kebijakan besar yang mendorong ini adalah UU Cipta Kerja (UU 11/2020) yang mengatur pemanfaatan tenaga nuklir untuk menyederhanakan proses perizinan di sektor ini. Undang-undang ini berusaha mempercepat investasi dan mempermudah regulasi yang sebelumnya sangat ketat. Pada akhir masa jabatan Jokowi, pemerintah merilis Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yang menargetkan PLTN pertama Indonesia mulai beroperasi pada 2032. Pulau Bangka-Belitung, menurut dokumen RUKN, akan menjadi lokasi pertama pembangunan PLTN.

Namun, pertanyaan besar yang masih menggelayuti adalah kapan tepatnya PLTN akan dibangun. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sendiri belum bisa memberikan kepastian mengenai waktu pasti pembangunan PLTN. Meskipun demikian, perusahaan yang berminat untuk membangun PLTN di Indonesia, seperti ThorCon Power Indonesia, sudah melakukan studi dan siap mengajukan proposal pembangunan PLTN yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2032.

Meski ada optimisme dari perusahaan dan pemangku kepentingan, pengamat kebijakan energi, Fabby Tumiwa, mengingatkan bahwa realisasi PLTN di Indonesia masih memerlukan pembuktian lebih lanjut. Terlebih lagi, berbagai aturan hukum terkait pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi perlu diperbarui, seperti yang diatur dalam UU Ketenaganukliran dan PP 79/2014 yang masih menyebut nuklir sebagai "opsi terakhir."

Rencana PLTN ini juga akan bergantung pada keputusan pemerintah dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang menjadi panduan bagi penyediaan listrik di Indonesia dalam periode 10 tahunan. Jika PLTN benar-benar menjadi bagian dari rencana tersebut, maka RUPTL akan mencatatkan kontribusi nuklir dalam sektor energi nasional.

Dengan berbagai tantangan dan perdebatan yang masih ada, masa depan PLTN Indonesia tetap menjadi isu yang penuh dinamika, meski langkah-langkah menuju realisasi pembangunan mulai tercium. Keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan PLTN pertama pada 2032 akan menjadi tonggak sejarah penting dalam perjalanan ambisi nuklir Indonesia, yang telah bergulir lebih dari setengah abad.(*/edi)

Kategori :