Ibrahim Arief Tegaskan Bukan Stafsus Nadiem

Jumat 13 Jun 2025 - 19:53 WIB
Reporter : Rinto Arius

Radarlambar.bacakoran.co – Ibrahim Arief, salah satu nama yang terseret dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun di Kemendikbudristek, menyatakan bahwa dirinya bukan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim. Ia menegaskan perannya hanya sebatas konsultan individu yang memberikan masukan teknis terkait teknologi pendidikan.

Penjelasan tersebut disampaikan usai Ibrahim menjalani pemeriksaan selama 13 jam oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung pada Kamis (12/6). Dalam proses tersebut, tim penyidik mendalami keterlibatannya dalam proyek pengadaan perangkat teknologi pendidikan yang berlangsung pada periode 2019 hingga 2022.

Menurut keterangan dari tim hukumnya, Ibrahim Arief tidak pernah menerima penugasan langsung dari Menteri Nadiem. Penunjukannya dilakukan oleh salah satu direktorat di bawah struktur Kemendikbud pada tahun 2020, di mana ia bertugas untuk memberikan pertimbangan teknis terkait spesifikasi barang yang akan dibeli dalam program digitalisasi pendidikan.

Tugas Ibrahim disebut hanya sebatas memberikan catatan teknis mengenai perangkat, baik kelebihan maupun kekurangan, termasuk jika dibandingkan antara sistem operasi Windows dan Chrome OS. Dalam hal ini, masukan yang diberikan bersifat tidak mengikat, dan keputusan akhir berada sepenuhnya di tangan kementerian. Oleh karena itu, Ibrahim tidak terlibat dalam sistem pengadaan maupun pemilihan vendor, dan tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan jenis perangkat yang dibeli.

Penjelasan ini muncul seiring dengan pendalaman yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dugaan adanya rekayasa dalam pengadaan Chromebook di lingkungan Kemendikbud. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, ditemukan indikasi pemufakatan jahat berupa pengarahan kajian teknis untuk menguatkan keputusan pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome, meskipun hasil uji coba pada tahun 2019 menunjukkan bahwa perangkat tersebut tidak efektif untuk keperluan pembelajaran.

Dugaan rekayasa tersebut melibatkan pengaruh terhadap tim teknis agar menghasilkan kajian yang mendukung pengadaan Chromebook, seolah-olah menjadi pilihan terbaik bagi kebutuhan pendidikan digital. Padahal, dalam praktiknya, terdapat banyak kelemahan yang terungkap dari hasil evaluasi awal penggunaan 1.000 unit perangkat tersebut.

Penyidikan masih terus berlangsung dan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam proses pengadaan, termasuk tenaga ahli dan tim pengarah teknis, tengah dimintai keterangan. Kejaksaan Agung berupaya mengungkap apakah terdapat unsur pelanggaran hukum dalam skema pengadaan proyek yang menggunakan anggaran jumbo tersebut. (*/rinto)

Kategori :