Radarlambar.bacakoran.co- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Mei 2025 mencapai Rp21 triliun. Jumlah ini setara dengan 0,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menandai pergeseran dari posisi surplus sebesar Rp4,3 triliun pada bulan sebelumnya.
Meski mulai mencatat defisit, pemerintah menilai kondisi ini masih berada dalam batas yang sangat moderat. Target defisit dalam Undang-Undang APBN 2025 sendiri telah ditetapkan mencapai Rp616 triliun. Artinya, realisasi defisit per Mei masih jauh dari batas yang ditetapkan, sehingga ruang fiskal dinilai masih cukup aman untuk menopang belanja negara.
Dari sisi pendapatan negara, realisasi hingga akhir Mei mencapai Rp995,3 triliun atau sekitar 33,1 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN. Komponen pendapatan tersebut terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp683,3 triliun, pendapatan dari kepabeanan dan cukai senilai Rp122,9 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp188,7 triliun.
Sementara itu, belanja negara tercatat lebih tinggi, yakni Rp1.016,3 triliun. Pengeluaran ini mencakup belanja pemerintah pusat sebesar Rp694,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp322 triliun. Lonjakan pada belanja pemerintah ini menjadi faktor utama penyebab bergesernya posisi APBN dari surplus menjadi defisit.
Namun, secara struktural, APBN masih menunjukkan posisi keseimbangan primer yang positif. Surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun menunjukkan bahwa penerimaan negara, tidak termasuk beban bunga utang, masih mampu membiayai belanja negara. Ini menjadi indikator bahwa pengelolaan fiskal masih berada dalam jalur yang berkelanjutan.
Dari sisi pembiayaan, pemerintah telah merealisasikan anggaran pembiayaan sebesar Rp324,8 triliun. Dana ini digunakan untuk menutup defisit sekaligus mendukung berbagai program pembangunan strategis nasional.
Kementerian Keuangan memastikan akan terus memantau dinamika perekonomian global dan domestik guna menjaga stabilitas fiskal, termasuk dengan melakukan penyesuaian kebijakan fiskal apabila dibutuhkan di semester kedua tahun ini.(*)