PESISIR TENGAH – Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah bekerjasama dengan Institut Teknologi Sumatera (Itera), melaksanakan Lokakarya Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), bertempat di ruang rapat Bukit Selalaw, Setdakab Pesbar pada Senin, 7 Juli 2025.
Hadir dalam kesempatan itu, Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Yurni Dewi, S. Pd., Kepala BPBD Imam Habibudin, M.Si., perwakilan Itera Dr. Nirwana Simarmata, S. Pd., M. Sc., sejumlah kepala OPD dan Peserta Lokakarya RPB Kabupaten Pesbar.
Dalam sambutannya, Yurni Dewi menyampaikan, berdasarkan kajian risiko yang telah disusun, Kabupaten Pesbar memiliki delapan jenis potensi bencana yang patut menjadi perhatian bersama, mulai dari gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem, gelombang tinggi dan abrasi pantai, kebakaran hutan dan lahan, serta kekeringan.
“Risiko tersebut bukanlah sekadar angka dalam dokumen, melainkan kenyataan yang setiap saat dapat menguji ketangguhan dan kesiapsiagaan kita sebagai masyarakat,” kata dia.
Dijelaskannya, penyusunan rencana penanggulangan bencana (RPB) tersbeut bukan hanya kewajiban administratif semata, melainkan wujud komitmen moral dan tanggung jawab bersama dalam melindungi segenap jiwa dan kehidupan masyarakat kabupaten pesisir barat.
“Dokumen RPB ini akan menjadi pedoman utama dalam merancang pembangunan daerah yang berwawasan risiko bencana, dengan mempertimbangkan tahapan yang menyeluruh, pra-bencana, saat tanggap darurat, masa pasca bencana, hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi,” jelasnya.
Menurutnya, dokumen tersebut juga menjadi dasar penting untuk pengajuan bantuan dan dukungan teknis dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun kementerian dalam negeri, serta kementerian dan lembaga lainnya.
“Satu hal yang sangat penting untuk kita tanamkan dalam hati dan pikiran bersama, bahwa penanggulangan bencana bukanlah semata-mata tugas pemerintah. Ini adalah tanggungjawab kolektif seluruh elemen masyarakat,” terangnya.
Selain itu, dirinya mengajak untuk mengubah paradigm, tidak boleh lagi ada anggapan bahwa bencana hanya diurus saat sudah terjadi, atau bahwa urusan ini hanya milik satu-dua dinas teknis. Bencana tidak pernah memberi tahu kapan datangnya, maka kita pun harus senantiasa bersiap.
“Ketangguhan sebuah daerah bukan dinilai dari seberapa cepat ia bangkit setelah bencana, melainkan seberapa kokoh ia berdiri menghadapi bencana. Ketangguhan itu hanya bisa terbangun melalui kolaborasi, sinergi, dan gotong-royong yang tulus dari semua pihak,” pungkasnya. (yogi/*)