Mengingat 20 Tahun Tragedi Tsunami Aceh: Dampak dan Pelajaran Penting

Tsunami aceh yang Terjadi 20 Tahun Silam - Foto. Istimewa/Net--

Radarlambar.bacakoran.co - Pada 26 Desember 2004, dunia dikejutkan oleh bencana dahsyat yang melanda Aceh. Gempa berkekuatan 9,1 magnitudo yang disusul dengan tsunami besar merobek kehidupan masyarakat Aceh dan menelan lebih dari 227 ribu nyawa. Gelombang tsunami yang menghantam Aceh dan belasan negara lainnya, mulai dari Sri Lanka hingga Somalia, menimbulkan kerugian luar biasa yang diperkirakan mencapai Rp51 triliun.

 

Pada pagi yang biasa, dengan masyarakat Aceh yang menikmati rutinitas harian seperti berolahraga dan menikmati kopi di warung, tiba-tiba perubahan besar terjadi. Gempa mengguncang, disusul dengan gelombang tsunami yang menyapu habis seluruh kawasan pesisir. Sekitar lima kilometer dari bibir pantai, lebih dari 100 ribu rumah hancur. Jalan-jalan terhalang puing-puing, dan kapal nelayan terdampar di daratan akibat terhempas oleh gelombang besar.

 

Selama beberapa hari setelah bencana, Aceh seakan menjadi kota mati, namun bantuan datang dari berbagai penjuru dunia. Relawan dan pekerja kemanusiaan berdatangan membantu, sementara sejumlah gajah jinak dari BKSDA digunakan untuk membersihkan puing-puing yang menghalangi jalan. Sebulan setelah bencana, Banda Aceh yang dulunya sepi berubah menjadi penuh dengan tenda darurat dan tim kemanusiaan.

 

Namun, lebih dari sekadar tragedi, bencana ini mengungkapkan ketahanan manusia terhadap bencana alam. Banyak orang yang terjebak dalam trauma, tak hanya karena tsunami, tetapi juga karena guncangan gempa yang masih terus terjadi dengan interval singkat. Listrik dan saluran komunikasi terputus, mempersulit proses evakuasi dan penanganan korban.

 

Mewaspadai Potensi Gempa Megathrust

 

Bencana Aceh 2004 mengingatkan kita akan potensi gempa megathrust yang mengancam kawasan Indonesia. Gempa megathrust, yang terjadi akibat pergeseran lempeng tektonik, dapat memicu tsunami besar yang berbahaya. Indonesia, dengan sejumlah zona subduksi yang aktif, berisiko menghadapi gempa serupa di masa depan, khususnya di segmen Mentawai-Siberut dan Selat Sunda.

 

Para ahli menyarankan agar kita tetap waspada terhadap potensi gempa dan tsunami, mengingat masih banyak zona yang belum mengalami aktivitas gempa besar dalam ratusan tahun. Memahami potensi tersebut, serta memperkuat sistem peringatan dini dan budaya siaga bencana, menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko di masa depan.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan