Putusan No 90 Jadi 'Celah' 4 Mahasiswa Gugat Presidential Threshold
Empat mahasiswa UIN Suka Yogyakarta yang permohonannya untuk menghapus presidential threshold di UU Pemilu dikabulkan oleh MK. Foto/CNN--
Radarlambar.bacakoran.co- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta—Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna—untuk menguji materi Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Dalam putusan 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (2/1), MK menyatakan bahwa pasal tersebut inkonstitusional.
Enika Maya Oktavia, salah satu pemohon, mengungkapkan bahwa mereka menemukan celah untuk menggugat presidential threshold setelah melihat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka peluang bagi pemilih untuk memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan uji materi undang-undang Pemilu.
Sebelumnya, MK hanya menerima gugatan uji materi yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, bukan oleh individu atau pemilih.
Enika dan rekan-rekannya menyatakan bahwa pemberlakuan presidential threshold merugikan hak konstitusional pemilih, karena membatasi pilihan calon presiden yang sejalan dengan preferensi politik mereka.
Mereka berargumen bahwa meskipun ambang batas adalah ruang kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, penerapan ambang batas yang tidak rasional dan tidak adil dapat melanggar hak konstitusional pemilih.
MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa proses kandidasi di Pilpres selama ini terlalu didominasi oleh partai politik tertentu, yang mengakibatkan terbatasnya alternatif calon pemimpin bagi pemilih.
Selain itu, penerapan ambang batas pencalonan presiden juga cenderung menyebabkan pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yang berpotensi memicu polarisasi di masyarakat.(*)