Filipina Kuasai Manufaktur ASEAN, Indonesia Mulai Bangkit
SUSUNAN - Kendaraan di terminal kendaraan. Foto : IStock--
Radarlambar.Bacakoran.co – Sepanjang 2024, sektor manufaktur di ASEAN menunjukkan performa yang beragam. Meskipun beberapa negara menghadapi perlambatan, beberapa lainnya justru mencatatkan perbaikan signifikan. Data dari S&P Global menunjukkan bahwa sektor manufaktur di kawasan ini tetap tumbuh pada bulan Desember, dengan indikator output dan pesanan baru yang terus meningkat. Selain itu, tekanan inflasi juga terpantau mereda di penghujung tahun.
Indeks PMI Manufaktur ASEAN pada Desember berada di angka 50,7, sedikit turun dibandingkan bulan sebelumnya (50,8). Sepanjang tahun 2024, rata-rata pertumbuhan tercatat di angka 51,0, mencerminkan peningkatan moderat. Indikator utama seperti pesanan baru dan output menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan selama 10 bulan berturut-turut.
Namun, pesanan ekspor baru masih menjadi tantangan utama, dengan kontraksi yang berlangsung selama 31 bulan berturut-turut hingga Desember. Meskipun demikian, aktivitas pembelian dan produksi tetap meningkat, sementara perusahaan mulai mengurangi stok barang jadi untuk memenuhi kebutuhan produksi.
Ekonom S&P Global, Maryam Baluch, mengungkapkan bahwa sektor manufaktur ASEAN menunjukkan kinerja yang stabil di akhir tahun. Menurutnya, tren permintaan yang lebih baik membantu mendukung pertumbuhan produksi dan aktivitas pembelian, sementara tekanan harga mengalami penurunan.
Filipina Jadi Pemimpin Manufaktur ASEAN
Filipina mencatat performa manufaktur terbaik di kawasan ASEAN pada Desember 2024. PMI Manufaktur negara ini naik ke level 54,3 dari 53,8 pada bulan sebelumnya, menandai pertumbuhan tertinggi sejak April 2022. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan pesanan baru, output, dan penjualan luar negeri. Aktivitas pembelian perusahaan juga mencatat lonjakan terbesar dalam dua tahun terakhir.
Sejak Januari hingga Desember 2024, PMI Manufaktur Filipina terus meningkat dari 50,9 ke 54,3, tanpa mencatat kontraksi di sepanjang tahun. Hal ini kontras dengan beberapa negara ASEAN lainnya yang masih mengalami periode kontraksi.
Indonesia Kembali Bangkit
Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan signifikan di paruh kedua 2024. PMI Manufaktur Indonesia turun dari rata-rata 52,58 di semester pertama menjadi 49,56 di semester kedua. Selama lima bulan berturut-turut, dari Juli hingga November, PMI Indonesia berada di bawah 50, mencerminkan kontraksi.
Tapi di Desember 2024 ternyata PMI Manufaktur Indonesia kembali ke zona ekspansi di level 51,2. Pemulihan ini mengakhiri periode kontraksi yang mirip dengan situasi awal pandemi Covid-19 pada 2020.
Lesunya aktivitas manufaktur di Indonesia sempat diiringi oleh sejumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat lemahnya penjualan. Selain itu, pasar domestik juga dibanjiri produk impor murah dari China, yang mengakibatkan persaingan ketat bagi produk lokal.
Produk-produk impor, yang dihasilkan dari overproduksi di China, berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia karena harga yang lebih terjangkau. Kondisi ini menekan daya saing produk dalam negeri, sehingga menghambat pemulihan manufaktur di Tanah Air. (*)