AMLA Waspadai Kripto: Jadi Celah Baru Pencucian Uang di Eropa

Foto: REUTERS --
Radarlambar.bacakoran.co- Pasar aset kripto kembali jadi sorotan, kali ini dari Otoritas Anti Pencucian Uang Uni Eropa (AMLA). Lembaga yang baru resmi beroperasi sejak 1 Juli itu menyebut kripto sebagai tantangan terbesar dalam mencegah aliran dana gelap ke sistem keuangan Eropa.
Ketua AMLA, Bruna Szego, menegaskan bahwa aset digital bersifat lintas batas, anonim, dan memiliki kecepatan transaksi tinggi—kombinasi yang menjadikannya sangat rentan dimanfaatkan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Menurut AMLA, situasi diperparah oleh kondisi pasar yang masih terfragmentasi. Banyak penyedia layanan kripto di Eropa saat ini tengah berupaya mendapatkan lisensi di bawah sistem perizinan baru yang berlaku seragam di seluruh Uni Eropa. Namun, perbedaan standar pengawasan antarnegara menjadi titik lemah yang harus segera diatasi.
Langkah awal AMLA adalah memperkuat pengawasan sektor kripto, termasuk memastikan transparansi struktur kepemilikan dan keterkaitan pihak-pihak yang terlibat. Salah satu sorotan utama adalah mengidentifikasi siapa sebenarnya pemilik manfaat (beneficial owners) di balik layanan kripto, untuk mencegah potensi praktik ilegal.
Peringatan AMLA muncul di tengah berbagai isu hukum yang membelit perusahaan kripto besar. Salah satunya adalah penyelidikan jaksa Prancis terhadap Binance, terkait dugaan pelanggaran aturan anti pencucian uang. Meski tuduhan itu dibantah, kasus ini semakin memperkuat urgensi regulasi yang ketat di sektor ini.
Szego menyebutkan bahwa AMLA akan mulai melakukan pengawasan langsung terhadap sekitar 40 lembaga keuangan berisiko tinggi di Uni Eropa pada 2028. Diperkirakan, sebagian di antaranya berasal dari sektor kripto.
Kekhawatiran AMLA sejalan dengan laporan Financial Action Task Force (FATF), yang mencatat bahwa sekitar 75% yurisdiksi di dunia belum sepenuhnya mematuhi standar anti pencucian uang untuk aset kripto. Sementara itu, pendekatan berbeda sempat diambil pemerintahan AS era Trump yang dinilai lebih ramah terhadap industri ini.
Saat ini AMLA masih dalam tahap awal pembangunan kelembagaan, dengan 30 staf. Targetnya, jumlah pegawai akan naik jadi 120 pada akhir tahun ini, lalu tumbuh hingga 430 orang ketika pengawasan penuh dimulai tiga tahun mendatang.
Salah satu fokus utama AMLA adalah memastikan perusahaan kripto hanya diberi izin jika sejak awal memiliki sistem kepatuhan yang solid. Selain itu, regulator juga mendorong agar perusahaan kripto memiliki dewan direksi yang paham prinsip-prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga integritas sistem keuangan di tengah pertumbuhan pesat ekosistem aset digital di benua biru.(*)