Kapal Selam Nuklir: Aset Strategis Negara-Negara Adidaya, Bagaimana Posisi Indonesia?

Kapal Selam Nuklir: Aset Strategis Negara-Negara Adidaya, Bagaimana Posisi Indonesia?. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Kapal selam nuklir menjadi salah satu aset militer paling penting yang dimiliki oleh negara-negara dengan kekuatan laut besar. Berbeda dengan kapal selam konvensional, kapal jenis ini menggunakan reaktor nuklir sebagai sumber tenaga, memberikan kemampuan operasi yang jauh lebih unggul.
Menurut Britannica, keunggulan utama kapal selam nuklir terletak pada kecepatannya yang lebih tinggi dan kemampuan untuk tetap terendam selama berminggu-minggu tanpa harus naik ke permukaan. Hal ini memungkinkan mereka untuk melakukan patroli jarak jauh secara tersembunyi, menjadikannya bagian vital dalam sistem pertahanan strategis modern.
Selain sebagai simbol kekuatan laut, kapal selam nuklir juga berperan sebagai platform peluncuran senjata nuklir jarak jauh. Namun, hanya segelintir negara yang memiliki teknologi dan sumber daya untuk membangun serta mengoperasikan kapal jenis ini.
Enam Negara Pemilik Kapal Selam Nuklir
Hingga awal 2024, hanya ada enam negara yang masuk dalam “klub eksklusif” pemilik kapal selam nuklir. Berdasarkan data Statista, berikut daftar lengkapnya:
Amerika Serikat: 66 unit
Rusia: 31 unit
China: 12 unit
Inggris: 10 unit
Prancis: 9 unit
India: 2 unit
Amerika Serikat memimpin dengan jumlah armada terbesar dan teknologi paling canggih. Rusia menyusul dengan jumlah signifikan berkat sejarah panjang pengembangan teknologi kapal selamnya. Sementara itu, China, Inggris, Prancis, dan India melengkapi daftar dengan jumlah lebih sedikit.
Di luar enam negara tersebut, Australia berencana memperoleh 3–5 kapal selam nuklir pada 2030 melalui kemitraan AUKUS, sedangkan Brasil tengah membangun kapal selam nuklir pertamanya yang ditargetkan selesai pada 2025.
Kekuatan Armada Kapal Selam Nuklir Amerika Serikat
Amerika Serikat telah menjadi pelopor dalam teknologi kapal selam nuklir sejak meluncurkan USS Nautilus pada 1954, kapal selam nuklir pertama di dunia. Dengan reaktor berbahan bakar uranium, Nautilus membuka era baru operasi bawah laut yang memungkinkan kapal beroperasi lebih lama dan lebih cepat dibanding kapal selam diesel-listrik.
Saat ini, Angkatan Laut AS memiliki empat kelas utama kapal selam nuklir:
Kelas Ohio – Kapal rudal balistik terbesar yang mampu membawa hingga 154 rudal Tomahawk.
Kelas Los Angeles – Tulang punggung armada kapal selam serang cepat untuk misi intelijen dan anti-kapal.
Kelas Seawolf – Kapal generasi lanjutan dengan kemampuan siluman tinggi, namun jumlahnya terbatas.
Kelas Virginia – Generasi terbaru dengan teknologi canggih, termasuk kemampuan mengerahkan kendaraan bawah laut tanpa awak.
Salah satu unit terbaru, USS Iowa, dilengkapi berbagai fitur modern seperti tiang fotonik pengganti periskop tradisional dan sistem peluncuran untuk rudal presisi.
Bagaimana dengan Indonesia?
Berbeda dengan enam negara pemilik kapal selam nuklir, Indonesia hingga kini belum memiliki kapal selam bertenaga nuklir. Armada TNI Angkatan Laut saat ini terdiri dari empat kapal selam konvensional berbasis sistem propulsi diesel-listrik:
Kelas Cakra – Dua unit kapal selam Type 209/1300 buatan Jerman. Namun, satu unit yaitu KRI Nanggala-402 tenggelam pada 2021 saat latihan di perairan utara Bali.
Kelas Nagapasa – Tiga unit hasil kerja sama dengan Korea Selatan, dibangun oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) bersama PT PAL Indonesia.
Kapal-kapal ini memiliki delapan tabung torpedo kaliber 533 mm dengan kapasitas hingga 14 peluru. Meski hanya bertenaga diesel-listrik, mereka tetap menjadi tulang punggung pertahanan bawah laut Indonesia.
Tantangan dan Prospek
Mengoperasikan kapal selam nuklir membutuhkan teknologi tinggi, sumber daya besar, serta infrastruktur pendukung seperti pangkalan dengan fasilitas reaktor nuklir. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki rencana resmi untuk mengembangkan atau mengakuisisi kapal selam nuklir, meskipun ada dorongan modernisasi armada bawah laut untuk menjaga kedaulatan wilayah maritimnya. (*)