Resmi Tutup Total, Ribuan Karyawan Sritex Terkena PHK

Sritex awalnya gagal membayar utang sehingga digugat PKPU oleh kreditur dan divonis pailit oleh pengadilan dan putusannya dikuatkan oleh MA. -Foto- AFP-

Radarlambar.bacakoran.co - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, akan menutup seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025. Keputusan ini menandai berakhirnya perjalanan panjang Sritex di industri tekstil nasional setelah mengalami krisis keuangan yang berkepanjangan.

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo memastikan bahwa seluruh karyawan Sritex telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 26 Februari 2025, dengan hari kerja terakhir pada 28 Februari. Dengan demikian, mulai awal Maret, aktivitas perusahaan sepenuhnya dihentikan dan berada dalam kewenangan kurator untuk proses selanjutnya.

Krisis keuangan yang menimpa Sritex dimulai pada 2021, ketika perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar 350 juta dolar AS atau sekitar Rp5,79 triliun. Situasi ini mendorong beberapa kreditur, termasuk Bank QNB Indonesia, PT Swadaya Graha, dan PT Rayon Utama Makmur (RUM), untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap perusahaan.

Pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang menetapkan Sritex dalam status PKPU dengan total tagihan mencapai Rp12,9 triliun. Setelah melalui proses restrukturisasi, kreditur menyetujui rencana perdamaian pada Januari 2022, yang kemudian disahkan dalam putusan homologasi.

Namun, Sritex kembali mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian homologasi. Hal ini berujung pada permohonan pembatalan homologasi dan akhirnya, pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan Sritex dalam keadaan pailit.

Setelah dinyatakan pailit, Sritex berupaya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun permohonan tersebut ditolak. Perusahaan kemudian mencoba langkah hukum terakhir dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). Meski begitu, peluang untuk membalikkan keputusan tetap kecil, sehingga Sritex tidak dapat menghindari proses likuidasi.

Selain itu, Sritex sempat mengajukan gugatan lain-lain terhadap PT Indo Bharat Rayon pasca homologasi. Dalam gugatan tersebut, Sritex berupaya membatalkan status Indo Bharat Rayon sebagai kreditur. Namun, gugatan ini juga ditolak oleh Pengadilan Niaga Semarang dan diperkuat dalam putusan kasasi di MA.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa sebanyak 10.665 karyawan dari berbagai unit usaha Sritex terkena PHK. Pada Januari 2025, gelombang PHK pertama terjadi di PT Bitratex Semarang, yang merumahkan 1.065 pekerja. Jumlah ini meningkat drastis pada Februari, dengan total 9.604 karyawan yang kehilangan pekerjaan.

Sebagian besar karyawan yang terkena PHK berasal dari PT Sritex Sukoharjo, dengan jumlah mencapai 8.504 orang. Sementara itu, PHK juga terjadi di PT Primayuda Boyolali (956 orang), PT Sinar Panja Jaya Semarang (40 orang), dan PT Bitratex Semarang (104 orang).

Dengan berhentinya seluruh operasional perusahaan, nasib ribuan mantan karyawan Sritex kini bergantung pada kompensasi yang akan diberikan serta peluang kerja di sektor lain. Pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan dapat memberikan solusi bagi para pekerja yang terdampak agar dapat kembali mendapatkan penghidupan yang layak.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan