Proyeksi Harga CPO 2025: Tantangan dan Peluang di Tengah Ketidakpastian

HAMPARAN Perkebunan Sawit. Foto Info Sawit--

Radarlambar.bacakoran.co — Harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) selalu menjadi topik yang menarik perhatian pelaku pasar global, terutama di Indonesia yang merupakan salah satu produsen terbesar dunia.
Seiring dengan berjalannya waktu, harga CPO tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti produksi dan kebijakan domestik, tetapi juga oleh dinamika pasar global yang terus berubah. Pada Januari 2025, harga CPO tercatat mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
 Pada perdagangan 28 Januari 2025, harga kontrak CPO berada di MYR 4.192 per ton, mencerminkan tantangan sekaligus peluang besar bagi sektor kelapa sawit di Indonesia.

Faktor yang Mempengaruhi Harga CPO: Cuaca Ekstrem dan Penurunan Produksi

Indonesia dan Malaysia, yang menjadi dua pemain utama dalam industri kelapa sawit, diperkirakan akan mengalami penurunan produksi CPO akibat cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Cuaca yang tidak menentu, seperti fenomena El Niño, telah memengaruhi hasil panen kelapa sawit. Dalam kondisi ini, kekhawatiran akan keterbatasan pasokan semakin membesar, yang berpotensi mendorong harga CPO untuk naik, meskipun faktor ini juga berisiko bagi kelancaran produksi.

Selain itu, tantangan logistik juga menjadi faktor yang menambah ketidakpastian dalam sektor kelapa sawit. Dengan infrastruktur yang belum sepenuhnya memadai di beberapa daerah penghasil kelapa sawit, pengangkutan produk menjadi lebih sulit dan mahal, yang turut memengaruhi kestabilan pasokan dan harga CPO.

Penurunan Ekspor dan Ketergantungan pada Pasar Tertentu

Salah satu aspek yang memengaruhi harga CPO adalah permintaan ekspor. Menurut laporan terbaru dari Intertek Testing Services dan AmSpec Agri Malaysia, pengapalan produk kelapa sawit dari Malaysia mengalami penurunan hingga 23% pada periode 1-20 Januari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya.
Penurunan ini dipicu oleh melemahnya permintaan dari negara-negara besar seperti India dan Pakistan. Negara-negara ini sebelumnya menjadi pasar utama bagi ekspor CPO, namun kini permintaan mereka cenderung berkurang.

Di sisi lain, China tetap menjadi pasar dominan bagi CPO Indonesia. Sepanjang tahun 2024, permintaan dari China tercatat meningkat sebesar 19,76%.
Meskipun hal ini memberikan angin segar bagi industri kelapa sawit Indonesia, ketergantungan pada satu pasar besar seperti China juga menimbulkan risiko baru. Ketidakstabilan ekonomi global dan persaingan dari minyak nabati lain, seperti minyak kedelai dan bunga matahari, dapat mempengaruhi daya saing CPO di pasar internasional.

Tantangan Kebijakan Domestik: Devisa Hasil Ekspor (DHE)

Di tengah dinamika pasar global yang berubah, kebijakan domestik juga memberikan dampak signifikan terhadap industri CPO Indonesia. Mulai Maret 2025, pemerintah Indonesia mewajibkan eksportir untuk menyimpan 100% Devisa Hasil Ekspor (DHE) di bank domestik. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas domestik dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Namun, kebijakan ini menambah beban bagi pelaku industri karena mereka harus menahan modal dalam waktu yang lebih lama, yakni selama satu tahun penuh.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan optimisme bahwa kebijakan ini akan membawa stabilitas ekonomi yang lebih baik dalam jangka panjang. Meskipun demikian, banyak pelaku industri yang khawatir bahwa kebijakan ini dapat menekan margin keuntungan mereka, terutama dengan adanya fluktuasi harga CPO yang cukup tinggi. Biaya produksi yang meningkat, ditambah dengan kebijakan ini, berpotensi mengurangi daya saing eksportir CPO Indonesia di pasar internasional.

Prediksi Harga CPO: Peluang dan Ketidakpastian

Melihat pergerakan harga CPO dalam beberapa waktu terakhir, secara teknikal harga berada dalam zona netral dengan indikasi bearish. Indikator Relative Strength Index (RSI) tercatat pada level 48, yang menunjukkan bahwa harga CPO tidak menunjukkan tren yang kuat dalam arah apapun. Di sisi lain, Stochastic RSI berada pada angka 3,54, yang menunjukkan kondisi oversold, memberikan peluang bagi harga CPO untuk rebound dalam jangka pendek.

Beberapa level kunci yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar adalah resistensi di MYR 4.350 per ton dan support di MYR 4.111 per ton. Jika harga berhasil menembus level pivot di MYR 4.558 per ton, ada kemungkinan harga akan menguat menuju MYR 4.667 hingga MYR 4.860 per ton. Sebaliknya, jika harga gagal mempertahankan level support, potensi penurunan harga CPO akan lebih dalam, mencerminkan ketidakpastian pasar yang masih cukup besar.

Prospek Jangka Panjang dan Strategi yang Diperlukan

Meskipun pasar CPO menghadapi berbagai tantangan, prospek jangka panjang tetap terlihat menjanjikan. Untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian harga, pelaku industri kelapa sawit Indonesia perlu mengimplementasikan beberapa strategi kunci. Diversifikasi pasar menjadi salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal seperti China. Dengan menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara tujuan ekspor lainnya, seperti Eropa dan Amerika, produsen CPO Indonesia dapat lebih fleksibel dalam menghadapi fluktuasi pasar.

Selain itu, efisiensi produksi dan inovasi teknologi juga akan sangat membantu dalam menjaga daya saing. Inovasi dalam proses pengolahan CPO, seperti peningkatan teknologi dalam ekstraksi minyak sawit, dapat menurunkan biaya produksi, sehingga meningkatkan margin keuntungan. Efisiensi di setiap tahap produksi akan sangat berguna dalam menanggapi persaingan dari minyak nabati lainnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan