Demo “Turun Anwar” Guncang Kuala Lumpur, Oposisi Desak Pengunduran Diri Perdana Menteri

Anwar Ibrahim Diminta Lunakkan Retorika soal Gaza untuk Hindari Dampak Ekonomi dari AS. Foto/net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO Sekitar 18.000 orang berkumpul di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, pada 26 Juli 2025, dalam sebuah demonstrasi bertajuk Turun Anwar. Aksi ini diprakarsai oleh koalisi oposisi Perikatan Nasional (PN) sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Anwar Ibrahim. Massa yang hadir datang dari berbagai penjuru Malaysia, banyak di antaranya mengenakan atribut partai politik atau berpakaian serba hitam, sambil membawa poster dan spanduk berisi kritik terhadap pemerintah.

Aksi tersebut menandai gelombang protes terbesar sejak Pemilu 2018. Para tokoh politik ternama turut ambil bagian, termasuk dua mantan perdana menteri dan sejumlah pemimpin partai oposisi. Kritik yang dilontarkan dalam orasi-orasi mereka berkisar dari kebijakan ekonomi yang dinilai membebani rakyat hingga ketidakpuasan atas janji-janji reformasi yang belum direalisasikan.

Salah satu sorotan utama adalah meningkatnya biaya hidup yang memberatkan rakyat. Kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi bahan bakar serta menaikkan pajak barang dan jasa dinilai memperburuk keadaan masyarakat kelas menengah ke bawah. Demonstran menyuarakan keresahan mereka karena merasa janji-janji untuk menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok belum diwujudkan.

Kekecewaan juga muncul dari kegagalan pemerintah untuk melaksanakan reformasi struktural secara signifikan. Pemerintahan Anwar sebelumnya menjanjikan pemberantasan korupsi dan perombakan sistem politik yang lebih transparan. Namun, sebagian masyarakat menganggap agenda reformasi tersebut justru mandek.

Di bidang ekonomi, lawatan internasional Anwar yang sangat sering mendapat sorotan. Meski diposisikan sebagai bagian dari strategi diplomasi dan upaya menarik investasi, banyak pihak menilai bahwa aktivitas tersebut belum menghasilkan dampak langsung terhadap kehidupan ekonomi rakyat.

Isu-isu politik juga turut memanaskan suasana. Oposisi menuduh bahwa legitimasi pemerintahan Anwar dibangun atas koalisi yang rapuh dan mengandung banyak kompromi. Beberapa pihak bahkan menuding pemerintah cenderung otoriter dan mempermasalahkan cara-cara hukum yang digunakan terhadap lawan-lawan politik.

Menanggapi unjuk rasa tersebut, pemerintahan Anwar mencoba meredam ketegangan publik dengan sejumlah kebijakan populis, termasuk pembagian uang tunai dan rencana penurunan harga bahan bakar. Pemerintah juga membuka kemungkinan mosi tidak percaya di Parlemen, namun hingga kini belum ada langkah nyata dari oposisi untuk mengajukan hal tersebut.

Ironisnya, di tengah gencarnya kritik, survei terbaru menunjukkan bahwa tingkat dukungan terhadap Anwar justru mengalami peningkatan. Survei Merdeka Center mencatat bahwa tingkat persetujuan publik terhadap Anwar naik menjadi 55 persen. Pemerintah federal juga mengalami lonjakan dukungan menjadi 50 persen. Sebagian besar responden mengaku mulai merasakan stabilitas politik yang lebih baik dibandingkan masa pemerintahan sebelumnya.

Kenaikan ini dipandang sebagai hasil dari persepsi publik atas keberhasilan Anwar dalam menjaga stabilitas politik dan diplomasi luar negeri, meskipun tantangan ekonomi tetap menjadi hambatan utama. Para analis menilai bahwa kemampuan pemerintah untuk mengelola komunikasi publik terkait kebijakan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akan sangat menentukan keberlanjutan dukungan hingga pemilu mendatang. (*)


Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan