RUU Perampasan Aset Tertahan karena Dinamika Politik, Pemerintah Siapkan Lobi ke Parpol

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memberi keterangan pers di kantornya, Selasa 15 April 2025.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co — Pemerintah mengakui bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana masih terhambat akibat dinamika politik yang kompleks di parlemen. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa pemerintah akan segera melakukan pendekatan intensif kepada seluruh partai politik guna mendorong kelanjutan pembahasan RUU yang telah lama dinantikan publik ini.
Supratman, kepada wartawan di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa 15 April 2025 mengatakan, penting bagi pemerintah untuk menjalin komunikasi politik dengan semua fraksi guna menentukan arah dan nasib RUU Perampasan Aset. Karena itu, pihaknya akan mulai menjajaki langkah itu dalam waktu dekat.
Supratman optimis RUU ini dapat kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) setelah dilakukan evaluasi dan diskusi lintas partai. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan mengajukan kembali RUU tersebut demi memenuhi harapan masyarakat dalam memberantas kejahatan korupsi secara lebih tegas.
“RUU ini sangat diharapkan publik karena memberikan dasar hukum untuk menyita aset hasil kejahatan, khususnya korupsi. Saya yakin, pada waktunya, RUU ini akan kembali diajukan dalam revisi Prolegnas mendatang,” jelasnya.
Perdebatan soal Narasi "Memiskinkan Koruptor"
Salah satu poin krusial dalam RUU Perampasan Aset yang masih menjadi perdebatan adalah penggunaan istilah "memiskinkan koruptor" melalui penyitaan aset yang hasilnya akan dikembalikan ke kas negara. Narasi ini memicu pro dan kontra di antara anggota parlemen, meski mendapatkan dukungan kuat dari masyarakat.
“Publik menginginkan agar draf RUU ini secara eksplisit memuat diksi 'memiskinkan koruptor'. Tapi sebelum kami ajukan ke DPR, kami ingin memastikan sudah ada kesepahaman lebih awal,” tegas Supratman.
Ia mengakui bahwa tantangan terbesar bukanlah dari sisi substansi hukum, melainkan dari dinamika politik yang melingkupi proses legislasi. Oleh karena itu, koordinasi yang intensif antara pemerintah dan DPR menjadi kunci keberhasilan pengesahan RUU ini.