Kurangnya Pendidikan dan Bersosialisasi, Pemicu Kekerasan Perempuan dan Anak
2301--
BALIKBUKIT - Kekerasan terhadap perempuan dan anak, umumnya karena kurangnya pendidikan formal maupun pendidikan agama, kurangnya bersosialisasi dengan lingkungan sosial dan faktor psikologis yang dialami pelaku.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2KBP3A) Lampung Barat M. Danang Hari Suseno, S.Ag, M.H.
Danang berharap, para orang tua berperan aktif salah satunya dengan cara membangun komunikasi yang baik dengan anak. Ia juga mengimbau agar masyarakat juga ikut berperan aktif mengawasi anak-anak dan tidak sungkan untuk melaporkan kepada petugas jika mengalami atau melihat adanya tindakan kekerasan, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
”Saat ini sudah ada bidang yang khusus menangani kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain itu, kami juga sudah membentuk Lembaga Perlindungan Anak yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan pendampingan,” ungkapnya.
Menurut Danang, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2023 mencapai sembilan kasus. Sembilan kasus itu terdiri dari tujuh kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan dua kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain tujuh kasus itu, ada juga kasus anak berhadapan dengan hukum yaitu dua kasus. ”Tujuh kasus kekerasan terhadap anak maupun kekerasan terhadap perempuan itu, semuanya telah ditangani secara hukum. Sebagian telah mendapat keputusan hukum tetap dari Pengadilan Negeri dan sebagian masih dalam proses,” kata da.
Memasuki 2024 ini, lanjut Danang, hingga kini belum ada laporan yang masuk tentang adanya kejadian kekerasan terhadap anak maupun perempuan.
”Untuk mengantisipasi dan mencegah timbulnya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, kita akan melaksanakan program dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara agar terhindar dari kasus tersebut,” pungkasnya. (*)