BMKG Peringatkan Potensi Karhutla Meluas Selama Musim Kemarau 2025

Ilustrasi. BMKG sebut Riau memiliki potensi risiko menengah hingga tinggi kebakaran hutan dan lahan saat Indonesia memasuki masa kemarau. Foto- REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi peningkatan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di berbagai wilayah Indonesia selama musim kemarau 2025.

Peringatan ini disampaikan seiring masuknya Indonesia dalam fase awal musim kering, yang diperkirakan berlangsung bertahap mulai akhir April hingga Juni, dengan puncaknya terjadi pada Juni hingga Agustus mendatang.

Berdasarkan analisis BMKG, sekitar 60 persen wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami musim kemarau dengan karakteristik normal. Namun, sebanyak 14 persen wilayah berpotensi mengalami kondisi lebih kering dari biasanya (bawah normal), yang memperbesar risiko terjadinya karhutla. Sementara itu, 26 persen wilayah lainnya diprediksi mengalami kemarau atas normal yang lebih basah, namun tidak menghapus potensi bahaya kebakaran, terutama di daerah rawan.

Riau menjadi salah satu wilayah dengan potensi risiko tertinggi. Provinsi ini secara geografis dan klimatologis rentan mengalami dua puncak kemarau, yaitu pada Februari–Maret dan kembali pada Mei–Agustus. Akibatnya, Riau kerap mencatat jumlah titik panas (hotspot) yang lebih tinggi dibanding wilayah lain. Bahkan, potensi kebakaran tetap ada meskipun tidak terjadi pembakaran terbuka, karena pengaruh angin dan kondisi ranting kering yang mudah terbakar.

Selama April–Mei, risiko kebakaran masih tergolong rendah di sebagian besar wilayah, tetapi mulai meningkat menjadi sedang hingga tinggi di Riau, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Memasuki bulan Juni, sekitar 41,5 persen wilayah Riau diperkirakan masuk kategori berisiko tinggi, disusul Sumatra Utara, Jambi, dan sekitarnya. Pada Juli hingga September, sebaran risiko karhutla meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. Wilayah seperti NTT, NTB, Kalimantan Selatan, Papua Selatan, dan Bangka Belitung diperkirakan menghadapi risiko tertinggi. Bahkan pada Oktober, ancaman kebakaran tetap tinggi di sebagian wilayah tersebut.

Sebagai bentuk respons, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah menggiatkan berbagai langkah mitigasi. Upaya ini meliputi pembasahan lahan, pengisian embung dan kanal dengan memanfaatkan sisa curah hujan pada masa transisi, serta mempertahankan tinggi muka air di area gambut dan lahan rentan terbakar. Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) juga dipersiapkan, disertai patroli udara dan pengawasan lapangan, terutama di Riau yang kini berstatus siaga darurat karhutla.

Hingga akhir April, sebanyak 144 titik api telah terdeteksi di wilayah Riau dan sekitar 81 hektare lahan telah terbakar. Situasi ini menjadi perhatian nasional, mengingat dampak karhutla tidak hanya menimbulkan kerugian ekologis dan ekonomi, tetapi juga berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan citra Indonesia di tingkat internasional.

Pemerintah pusat menyerukan semua pihak untuk bahu membahu mencegah perluasan karhutla. Kesiapsiagaan dan aksi cepat disebut menjadi kunci penting untuk mengurangi dampak dari potensi ancaman yang semakin nyata di depan mata.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan