Project Nexus dan Masa Depan QRIS: Kolaborasi Regional Menuju Sistem Pembayaran Global

Ilustrasi QRIS sebagai alat pembayaran resmi.//Foto:Freepik.--

Radarlambar.bacakoran.co- Di tengah percepatan digitalisasi keuangan, kebutuhan akan konektivitas lintas batas menjadi semakin nyata.

Masyarakat dunia kini menuntut sistem pembayaran yang tak hanya cepat dan mudah, tetapi juga mampu menembus batas negara secara efisien.

Indonesia menjawab tantangan ini melalui QRIS, sistem pembayaran berbasis QR code yang telah menjadi bagian dari aktivitas ekonomi domestik, bahkan mulai menjangkau negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Namun, di level yang lebih luas, dunia kini menyambut hadirnya Project Nexus, sebuah inisiatif dari Bank for International Settlements (BIS) yang menawarkan pendekatan baru dalam integrasi sistem pembayaran real-time antarnegara.

Dengan skema multilateral, Nexus memungkinkan setiap negara cukup membangun satu koneksi pusat untuk terhubung dengan seluruh anggota lainnya. Pendekatan ini diyakini mampu menyederhanakan proses yang selama ini rumit dan penuh tantangan teknis maupun regulasi.

Lima negara telah menyatakan kesiapan bergabung dalam peluncuran perdana Nexus pada 2026, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan India. Sementara itu, Indonesia melalui Bank Indonesia memilih posisi sebagai pengamat sebelum bergabung secara aktif. Dalam peta ekosistem pembayaran ASEAN, posisi Indonesia tetap strategis, didukung oleh keberadaan QRIS dan BI-FAST sebagai fondasi digital yang telah terbukti efisien di dalam negeri.

Kolaborasi antara QRIS dan Project Nexus bukanlah soal kompetisi, melainkan sinergi yang saling menguatkan. QRIS akan tetap menjadi antarmuka utama bagi pengguna Indonesia, sementara Nexus bekerja di balik layar sebagai jembatan antar sistem pembayaran lintas negara.

Ini membuka peluang besar, terutama bagi sektor UMKM, wisatawan, dan pekerja migran, yang selama ini menghadapi hambatan biaya tinggi dan waktu tunggu lama dalam bertransaksi lintas batas.

Dari sisi sistemik, Nexus menawarkan alternatif yang lebih murah dan inklusif dibandingkan dengan jaringan internasional seperti Visa atau Mastercard.

Prosesnya tidak bergantung pada kartu global atau rekening asing, melainkan pada identitas pembayaran lokal yang dikelola oleh otoritas keuangan masing-masing negara. Pendekatan ini memberi ruang bagi negara untuk mempertahankan kedaulatan sistem pembayarannya, sekaligus tetap terbuka terhadap kerja sama regional.

Meski prospeknya menjanjikan, implementasi Nexus bukan tanpa tantangan. Harmonisasi regulasi antarnegara, perlindungan data, pencegahan pencucian uang lintas yurisdiksi, serta penguatan keamanan siber menjadi pekerjaan rumah bersama. Kesuksesan inisiatif ini juga sangat tergantung pada kesiapan infrastruktur dan SDM di tiap negara.

Bagi Indonesia, keikutsertaan dalam Nexus bukan sekadar adaptasi teknologi, melainkan bagian dari langkah strategis menuju peran kepemimpinan dalam integrasi ekonomi digital ASEAN. Dengan populasi yang besar dan pasar digital yang terus tumbuh, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi jangkar penting dalam peta keuangan kawasan. Namun itu semua mensyaratkan keberlanjutan kebijakan, peningkatan tata kelola digital, dan keberanian mengambil peran aktif dalam membentuk masa depan sistem pembayaran lintas negara.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan