Reza dan Persimpangan Keadilan: Saat Keterbelakangan Mental Diadili Sebagai Kejahatan

DI BALIK pagar Mapolsek Teluk Betung Selatan, sepasang orang tua duduk menanti dengan gelisah. Wajah mereka letih, tapi matanya penuh harap. -Foto Dok---

Radarlambar.bacakoran.co — Di balik pagar Mapolsek Teluk Betung Selatan, sepasang orang tua duduk menanti dengan gelisah. Wajah mereka letih, tapi matanya penuh harap. Mereka bukan datang untuk mengadukan pencurian, atau memohon dispensasi hukum. Mereka datang membawa sebuah pertanyaan: bagaimana keadilan berlaku jika tersangka tak mampu membedakan salah dan benar?

Nama anak mereka Reza Hilhamsyah, 22 tahun, saat ini menyandang status tersangka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak SD. Namun yang membuat perkara ini rumit bukan hanya jumlah korban atau lokasinya—melainkan kondisi Reza yang, sejak kecil, didiagnosis mengalami keterbelakangan mental.

Orang Tua: Kami Tak Membela, Kami Meminta Keadilan yang Jujur

Kedatangan keluarga Reza ke Polsek tidak sendiri. Mereka didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) LAN. Dalam pertemuan dengan penyidik, mereka tidak menyangkal kasus yang sedang diusut. Justru, mereka memohon agar perkara ini dilihat secara utuh—bukan hanya dari sisi pidana, tapi juga dari kemampuan mental pelaku dalam memahami tindakannya.

"Anak kami ini tumbuh tidak seperti anak-anak lain. Usianya memang 22 tahun, tapi perilakunya seperti anak usia 8 tahun. Ia tak mengerti batas antara bermain dan melanggar," ujar sang ayah dengan suara bergetar.

LBH: Pendampingan Sampai Pengadilan, Bukan Untuk Membebaskan, Tapi Memastikan Proses Adil

Pihak LBH menegaskan bahwa pendampingan ini bukan untuk melepaskan Reza dari tanggung jawab hukum. Tapi agar penegakan hukum dilakukan secara adil, proporsional, dan berbasis bukti serta kondisi psikologis.

"Kami tidak menyangkal bahwa ada korban. Tapi tersangka juga manusia, dan hukum kita tidak menutup mata terhadap kondisi psikologis pelaku. Dari hasil pemeriksaan psikolog, Reza mengalami keterlambatan tumbuh kembang yang serius," jelas Dedi Wijaya, perwakilan LBH LAN.

Mereka meminta penyidik dan kejaksaan untuk mempertimbangkan fakta-fakta tersebut dalam seluruh proses hukum, termasuk saat dakwaan dirumuskan hingga pengadilan digelar.

Fakta Kasus: Korban Anak, Pelaku Petugas Kebersihan di Sekolah

Kasus ini bermula dari laporan tiga siswi SD yang mengaku menjadi korban tindakan asusila. Penyelidikan mengarah pada Reza, yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sekolah tempat para korban menimba ilmu.

Menurut keterangan pihak berwajib, Reza diduga membawa korban ke kamar mandi sekolah setelah melihat mereka bermain. Di situlah dugaan pencabulan terjadi.

Meski begitu, hasil pemeriksaan psikologis menunjukkan Reza memiliki kemampuan mental yang tidak sepadan dengan usianya. Dalam banyak aspek, ia masih menunjukkan perilaku dan logika anak kecil.

Pasal Berat Menanti, Tapi Apa Cukup Sekadar Memvonis?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan