Nadiem Makarim dan Bayang-bayang Dugaan Korupsi Chromebook

Nadiem Makarim--
Radarlambar.bacakoran.co -Bayang-bayang dugaan korupsi kini menyelimuti mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Namanya terseret dalam pusaran kasus pengadaan laptop Chromebook yang berlangsung pada periode 2019 hingga 2022, saat ia masih memimpin Kemendikbudristek. Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menemukan indikasi adanya permainan dalam proses pengadaan.
Proyek yang memakan anggaran hampir Rp 10 triliun itu kini tengah menjadi sorotan tajam. Rinciannya, lebih dari Rp 3,5 triliun bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP), sementara sisanya, sekitar Rp 6,4 triliun, berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Jumlah yang fantastis itu memancing perhatian publik, apalagi ketika muncul dugaan bahwa pengadaan laptop diarahkan secara khusus pada perangkat berbasis sistem operasi Chrome.
Tim penyidik masih bekerja membongkar jaringan di balik pengadaan besar-besaran ini. Fokus mereka kini mengarah pada siapa sebenarnya pengguna anggaran dan pihak yang pertama kali mendorong penggunaan Chromebook dalam proyek tersebut. Belum ada penetapan tersangka, tapi nama-nama besar mulai muncul ke permukaan.
Di tengah tekanan publik dan pemberitaan media, Nadiem Makarim memilih bersikap terbuka. Ia menyatakan kesiapannya mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan. Lewat kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, Nadiem memastikan dirinya tetap berada di Indonesia dan tidak akan menghindari panggilan hukum. Sikap ini dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap proses penyidikan yang sedang dilakukan aparat penegak hukum.
Sampai saat ini, Kejaksaan belum menetapkan jadwal pemeriksaan terhadap Nadiem. Namun, pihak Kejagung menyampaikan bahwa siapa pun bisa dipanggil kapan saja tergantung pada kebutuhan penyidikan. Proses hukum terus berjalan, dan misteri seputar proyek Chromebook ini perlahan mulai terkuak.
Kasus ini menjadi ujian besar dalam upaya transparansi anggaran pendidikan di Indonesia. Apakah akan terbongkar skema kecurangan berskala besar, atau justru ada penjelasan rasional di balik pilihan kebijakan tersebut? Semua mata kini tertuju pada Kejaksaan Agung dan langkah hukum yang akan mereka ambil selanjutnya. (*)