Presiden Iran Luka Ringan Akibat Rudal Israel Saat Perang 12 Hari

Presiden Iran Tuding Israel Pelaku Terorisme Global Ada 420 Ribu Warga Palestina Kembali Mengungsi. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Presiden Iran Masoud Pezeshkian dilaporkan mengalami cedera ringan di kaki akibat serangan rudal Israel saat menghadiri pertemuan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran pada 16 Juni 2025. Insiden ini terjadi empat hari setelah pecahnya konflik bersenjata antara Teheran dan Yerusalem yang berlangsung selama 12 hari.
Serangan itu menargetkan gedung pemerintah di distrik Shahrak-e Gharb, Teheran barat, saat para pemimpin cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif Iran berkumpul bersama pejabat senior lainnya. Enam rudal menghantam titik masuk dan keluar fasilitas tersebut, memutus rute pelarian serta aliran udara. Listrik padam seketika akibat ledakan, tetapi para pejabat berhasil dievakuasi melalui pintu darurat yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Selain Pezeshkian, Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf dan Kepala Kehakiman Mohseni Ejei juga menjadi sasaran dalam serangan tersebut. Pihak berwenang Iran kemudian meluncurkan penyelidikan atas dugaan keberadaan mata-mata Israel di dalam negeri, mengingat tingkat akurasi serangan yang sangat tinggi.
Insiden ini terjadi hanya beberapa hari setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara besar-besaran yang menewaskan sejumlah komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran. Serangan tersebut mengganggu rencana perundingan antara Teheran dan Washington terkait program nuklir Iran yang dijadwalkan berlangsung pada 18 Juni.
Selama konflik 12 hari itu, korban jiwa di Iran mencapai lebih dari 1.000 orang. Sebagai balasan, Iran meluncurkan rudal balistik dan pesawat nirawak yang menyerang sejumlah markas militer dan intelijen Israel, menewaskan puluhan orang sebelum Amerika Serikat memediasi gencatan senjata.
Serangan ala Beirut: Meniru Pembunuhan Hassan Nasrallah
Upaya pembunuhan terhadap Pezeshkian disebut-sebut meniru operasi militer Israel sebelumnya yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada September 2024. Dalam serangan itu, bunker bawah tanah di Beirut yang diyakini sebagai markas komando Hizbullah dihantam dengan sekitar 85 bom penghancur bunker seberat 907 hingga 1.814 kilogram. Serangan tersebut juga menewaskan putri Nasrallah dan beberapa komandan tinggi Hizbullah lainnya.
Operasi yang dilakukan oleh Angkatan Udara Israel dan didukung badan intelijen ini berhasil berkat penggunaan amunisi berpemandu GPS. Bunker yang terletak di bawah permukiman padat penduduk itu dihancurkan secara presisi, menimbulkan perdebatan internasional terkait penggunaan warga sipil sebagai tameng oleh Hizbullah.
Sebelum pembunuhan Nasrallah, Israel telah menggempur Lebanon dengan lebih dari 2.000 serangan udara yang menyasar infrastruktur militer Hizbullah. Keberhasilan operasi ini kemudian menjadi salah satu preseden dalam strategi Israel untuk mengguncang kepemimpinan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman eksistensial.
Ketegangan Berlanjut Meski Gencatan Senjata Dicapai
Konflik antara Iran dan Israel pada Juni 2025 menandai eskalasi paling serius dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun gencatan senjata telah diberlakukan, situasi di kawasan tetap rapuh. Serangan terhadap Pezeshkian dipandang sebagai upaya untuk melemahkan kepemimpinan Iran, meski hingga kini tidak berhasil mencapai tujuannya.
Serangan-serangan ini menyoroti kerentanan Iran terhadap operasi militer presisi tinggi dan memperkuat dugaan adanya kebocoran intelijen di tingkat tertinggi pemerintahan. Di sisi lain, Iran memperingatkan bahwa setiap upaya serupa di masa mendatang akan dibalas dengan serangan lebih dahsyat terhadap aset-aset Israel. (*)