Lebih dari Seribu Tersangka Kejahatan Siber Diciduk, Kamboja Gencarkan Operasi Skala Nasional

Pemulangan 84 WNI Korban Eksploitasi Kerja Penipuan Daring dari Kamboja dan Myanmar. Foto/net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Dalam sebuah langkah tegas dan tak biasa, Kamboja menggelar operasi besar-besaran untuk membongkar jaringan kejahatan siber internasional yang beroperasi di wilayahnya. Lebih dari seribu orang ditangkap dalam waktu kurang dari seminggu di berbagai provinsi. Operasi ini bukan hanya menjadi sinyal keras dari Phnom Penh terhadap pelaku kriminal dunia maya, tetapi juga membongkar wajah buram industri penipuan daring yang selama ini tersembunyi di balik kedok bisnis dan investasi asing.
Serangan Balik Terhadap Sindikat Penipuan Online

Langkah ini muncul setelah pemerintah di bawah Perdana Menteri Hun Manet mengeluarkan perintah khusus kepada aparat keamanan untuk menindak secara menyeluruh seluruh kegiatan ilegal yang mengganggu ketertiban sosial dan keamanan nasional. Penipuan online yang didalangi kelompok kriminal lintas negara telah berkembang menjadi ancaman nyata, bukan hanya bagi masyarakat Kamboja, tetapi juga untuk kawasan Asia Tenggara secara luas.

Dalam penggerebekan terkoordinasi yang digelar antara 14 hingga 16 Juli lalu, lebih dari seribu individu ditahan. Operasi ini mencakup lima provinsi utama, termasuk Phnom Penh, Sihanoukville, Kratie, Pursat, dan Poipet. Nama-nama kota ini sudah sejak lama dikenal sebagai titik rawan bagi aktivitas ilegal digital maupun perjudian daring.
Warga Asing Mendominasi Daftar Tersangka

Yang mengejutkan, sebagian besar tersangka adalah warga negara asing. Lebih dari 200 warga Vietnam, puluhan warga China, Taiwan, dan bahkan Bangladesh ikut terseret dalam kasus ini. Penangkapan terbesar terjadi di Poipet, sebuah kota yang berada di perbatasan Thailand dan dikenal sebagai pusat kegiatan perjudian ilegal dan penipuan daring.

Setidaknya 270 warga negara Indonesia juga ikut ditangkap di kota tersebut. Sementara itu, di Kratie, ratusan tersangka lainnya yang berasal dari Thailand, Myanmar, dan negara-negara Asia lainnya berhasil dicokok. Para tersangka diduga terlibat dalam jaringan penipuan daring skala internasional yang beroperasi menggunakan teknik manipulasi digital, rekayasa sosial, dan pemalsuan identitas.
Bukti Kuat: Peralatan dan Infrastruktur Penipuan

Polisi berhasil mengamankan berbagai barang bukti dari lokasi penggerebekan, mulai dari komputer, ratusan ponsel pintar, hingga perangkat lunak khusus yang diduga digunakan untuk menjalankan skema penipuan. Dalam banyak kasus, bangunan tempat para tersangka ditahan ternyata difungsikan sebagai pusat operasi digital lengkap dengan server dan infrastruktur jaringan pribadi.

Modus operandi dari kelompok-kelompok ini cenderung seragam: memikat korban dengan tawaran pekerjaan atau investasi, lalu memanipulasi data pribadi dan keuangan mereka. Para pekerja yang menjalankan operasi pun sering kali menjadi korban, direkrut lewat iklan palsu, lalu dipaksa bekerja di bawah tekanan dengan kondisi yang menyerupai perbudakan.
Dugaan Keterlibatan Negara dan Pelanggaran HAM

Isu ini telah menjadi perhatian komunitas internasional. Laporan investigasi terbaru dari lembaga hak asasi manusia menyoroti bahwa beberapa kompleks penipuan besar di Kamboja diduga mendapat perlindungan tidak langsung dari pejabat atau aparat keamanan lokal. Dugaan pelanggaran HAM mulai dari perdagangan manusia, kerja paksa, hingga penyiksaan dilaporkan terjadi secara sistematis di lebih dari 50 lokasi yang tersebar di penjuru negeri.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa jaringan kejahatan siber bukan hanya sekadar ancaman digital, tetapi juga persoalan kemanusiaan dan keamanan lintas negara.
Respons Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Phnom Penh menyatakan sedang memantau secara ketat perkembangan situasi ini. Pihak KBRI memastikan telah menjalin komunikasi dengan aparat Kamboja untuk memastikan perlindungan hukum terhadap ratusan WNI yang tertangkap. Selain upaya verifikasi status hukum para WNI, pemerintah juga sedang menyiapkan pendampingan hukum serta rencana pemulangan jika terbukti mereka merupakan korban, bukan pelaku.
Titik Balik Penindakan atau Sekadar Gertakan?

Meningkatnya tekanan internasional tampaknya menjadi salah satu pendorong utama di balik langkah tegas Kamboja kali ini. Selama bertahun-tahun, negara ini dikenal sebagai salah satu pusat operasi cyber scam regional, dengan jaringan yang menjangkau hingga ke Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat. Namun, tekanan diplomatik dan ekonomi dari mitra luar negeri, termasuk PBB dan lembaga-lembaga global, tampaknya mulai mempengaruhi sikap pemerintah.

Pertanyaannya kini, apakah langkah ini menjadi permulaan dari upaya bersih-bersih yang serius, atau sekadar respon temporer untuk meredam kritik internasional?


Kamboja tangkap lebih dari 1.000 tersangka penipuan siber, termasuk 270 WNI, dalam operasi nasional


kejahatan siber internasional, operasi besar Kamboja, penipuan daring global, perlindungan WNI Kamboja, perdagangan manusia digital,

operasi siber Kamboja 2025, penangkapan pelaku penipuan daring, warga Indonesia ditangkap Kamboja, kejahatan digital lintas negara, WNI korban penipuan online, sindikat penipuan internasional Kamboja, cyber scam Asia Tenggara, pusat penipuan digital Kamboja, jaringan penipuan lintas negara, pelanggaran HAM di Kamboja, perlindungan WNI di luar negeri, penipuan online skala besar, penggerebekan penipuan online Phnom Penh, aktivitas ilegal di Poipet, warga asing ditangkap Kamboja, pekerja paksa di penipuan digital, dugaan aparat lindungi penipuan, perdagangan manusia via internet, modus penipuan lowongan kerja, pemalsuan identitas digital, penyiksaan korban cyber scam, PBB desak tindakan Kamboja, krisis hak asasi manusia Kamboja, keterlibatan pejabat dalam penipuan, hukum internasional dan siber, operasi internasional anti-penipuan, bukti kejahatan digital Kamboja, Sihanoukville sarang kejahatan online, respon KBRI terhadap penangkapan, pemulangan WNI dari Kamboja, (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan