Menkeu Sri Mulyani dan DPR Debat Soal Anggaran Pendidikan 20 Persen

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan laporan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-24 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025. Foto Tangkapan Layar Youtube/DPR RI--

Radarlambar.bacakoran.co- Perdebatan terjadi antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Frederic Palit dalam rapat kerja yang membahas laporan keuangan negara tahun 2024. Poin utama perbedaan pendapat muncul terkait realisasi belanja anggaran pendidikan yang belum mencapai ketentuan minimal 20 persen dari APBN, sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Dolfie menyebut realisasi belanja pendidikan tahun 2024 hanya berada di kisaran 17 persen. Ia menyoroti ketidaksesuaian ini sebagai bentuk pengabaian terhadap amanat Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan bahwa sejak putusan MK tahun 2007 dan 2008, proporsi anggaran pendidikan belum pernah menyentuh batas 20 persen secara konsisten.

Dolfie juga mengkritik praktik penempatan sebagian anggaran pendidikan dalam pos cadangan pembiayaan, yang menurutnya secara sistematis mengurangi proporsi belanja langsung pendidikan. Ia memperkirakan ada sekitar Rp80 triliun dana pendidikan yang tidak terealisasi pada 2024, angka yang menurutnya cukup besar jika dialokasikan untuk memperkuat sektor pendidikan.

Menanggapi kritik tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pergerakan anggaran dalam APBN bersifat dinamis. Menurutnya, kategori belanja pendidikan kerap kali terpengaruh oleh penyerapan anggaran, terutama pada belanja barang dan modal. Situasi eksternal seperti El Nino, yang memicu peningkatan belanja bansos, turut mempengaruhi proporsi anggaran pendidikan.

Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan alokasi anggaran pendidikan disusun dengan memperhatikan stabilitas fiskal dan dampak lintas generasi. Pengelolaan dana pendidikan juga dilakukan untuk menghindari risiko penyerapan rendah atau penggunaan yang tidak efektif.

Ia menegaskan bahwa cadangan pembiayaan bukan berarti pengurangan alokasi, melainkan bentuk kehati-hatian dalam pengelolaan fiskal agar tidak membebani generasi mendatang, sekaligus menjaga fleksibilitas anggaran di tengah dinamika ekonomi nasional.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan