Survei FHI 2025: 77 Persen Pasien Indonesia Harus Menunggu Lama Temui Dokter Spesialis

Foto: Ilustrasi rumah sakit. Foto Pixabay --

Radarlambar.bacakoran.co- Hasil survei Future Health Index (FHI) 2025 dari Philips mencatat bahwa sebanyak 77 persen pasien Indonesia mengalami waktu tunggu sebelum mendapatkan layanan dari dokter spesialis. Angka ini melampaui rata-rata Asia Pasifik maupun global yang tercatat sebesar 73 persen.

Waktu tunggu rata-rata di Indonesia mencapai 19 hari, dan hal ini berdampak pada kondisi pasien yang memburuk hingga harus menjalani perawatan. Sebanyak 45 persen pasien akhirnya dirawat karena keterlambatan tersebut.

Di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan Indonesia juga menghadapi tantangan internal. Sebanyak 62 persen tenaga kesehatan kehilangan waktu kerja klinis akibat data pasien yang tidak lengkap. Sementara itu, 56 persen tenaga medis lebih banyak disibukkan oleh pekerjaan administratif ketimbang merawat pasien.

Kendati demikian, adopsi teknologi kesehatan, khususnya kecerdasan buatan (AI), menjadi harapan utama bagi mayoritas tenaga kesehatan di Indonesia. Sebanyak 90 persen tenaga medis menyatakan optimisme bahwa AI dapat membantu perawatan menjadi lebih efisien dan tepat waktu. Teknologi ini dipandang mampu mengotomatiskan tugas-tugas administratif, mempercepat waktu diagnosis, serta memperpendek waktu tunggu pasien.

Di tengah harapan tersebut, muncul pula kekhawatiran dari sisi pasien dan profesional medis. Sebanyak 54 persen pasien khawatir AI akan mengurangi interaksi langsung mereka dengan dokter. Selain itu, 71 persen tenaga kesehatan masih meragukan kejelasan regulasi serta tanggung jawab hukum dalam penerapan AI di sektor medis.

Tantangan implementasi teknologi ini dinilai perlu diatasi melalui pendekatan kolaboratif antara pemerintah, rumah sakit, komunitas medis, dan industri teknologi. Regulasi yang jelas dan pelatihan berkelanjutan menjadi aspekkrusial dalam memastikan transformasi digital berjalan secara etis dan terarah.

Pengalaman pasien juga dinilai harus tetap menjadi pusat dalam adopsi teknologi kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan sistem berbasis AI memerlukan fondasi kepercayaan publik yang kuat dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan