Kemenkeu RI Luruskan Isu Pemajakan Sumbangan Kondangan

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah akan memajaki penerimaan dari amplop kondangan. iStockphoto--
Radarlambar.bacakoran.co — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah keras tudingan bahwa pemerintah akan memungut pajak dari penerimaan amplop kondangan atau hajatan. Klarifikasi ini disampaikan menyusul pernyataan dari salah satu anggota DPR RI yang menyebut kabar tersebut dalam forum resmi Rapat Kerja dan RDP dengan Pemerintah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyatakan bahwa tidak ada kebijakan atau rencana untuk memajaki sumbangan dalam bentuk amplop yang diberikan secara langsung maupun melalui transfer digital dalam acara hajatan masyarakat.
Menurutnya, isu yang muncul berasal dari kesalahpahaman atas prinsip dasar perpajakan yang berlaku di Indonesia. Meski secara teoritis setiap tambahan kemampuan ekonomis dapat dikategorikan sebagai objek pajak, namun implementasinya mempertimbangkan banyak aspek. Untuk pemberian yang bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan usaha, DJP tidak mengenakan pajak dan tidak menjadikannya prioritas pengawasan.
Rosmauli menjelaskan bahwa sistem perpajakan nasional menganut prinsip self-assessment, di mana setiap wajib pajak bertanggung jawab penuh atas pelaporan penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Karena itu, tidak ada mekanisme pungutan langsung di lokasi hajatan atau kegiatan pribadi lainnya yang bersifat sosial.
Isu ini mencuat setelah Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengkritik Kementerian Keuangan dalam rapat bersama pemerintah. Ia menyatakan kekhawatirannya bahwa potensi pemajakan amplop kondangan muncul akibat tekanan keuangan negara yang kehilangan sumber penerimaan dari dividen BUMN, yang kini dikelola oleh Lembaga Pengelola Investasi (LPI) Danantara.
Mufti mengklaim bahwa negara harus mencari celah-celah baru untuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga muncul wacana yang dianggap membebani rakyat kecil. Ia menilai kebijakan tersebut tidak manusiawi apabila benar-benar dijalankan, meskipun tidak menyebutkan secara spesifik sumber informasi yang ia terima.
DJP menilai penyampaian tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat dan perlu segera diluruskan. Kementerian Keuangan juga menegaskan bahwa tidak ada pengalihan strategi penerimaan yang menyasar ranah-ranah pribadi dan sosial secara langsung seperti pemberian di acara pernikahan atau sunatan.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan fiskal tetap diarahkan pada prinsip keadilan dan proporsionalitas. Fokus pemajakan tetap pada sektor formal, badan usaha, dan kegiatan usaha yang menghasilkan pendapatan berulang dan terukur. Kejelasan posisi hukum dan logika administrasi menjadi dasar utama dalam penentuan objek pajak.
Dengan klarifikasi ini, masyarakat diharapkan tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak sesuai dengan kebijakan resmi, serta tetap menjalankan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.(*/edi)