DP3AKB Pesbar Catat 24 Kasus Kekerasan Hingga Agustus 2025

Kepala DP3AKB Pesisir Barat, dr.Budi Wiyono, M.H.-Foto Dok---

PESISIR TENGAH - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) mencatat 24 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sejak Januari hingga Agustus 2025. Angka tersebut dihimpun melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang menangani laporan dan pendampingan korban.

Kepala DP3AKB Pesbar, dr. Budi Wiyono, M.H., menjelaskan dari total kasus itu, lima di antaranya merupakan kekerasan terhadap perempuan. Rinciannya satu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tiga kasus persetubuhan, dan satu kasus penganiayaan. Sementara itu, kekerasan yang melibatkan anak tercatat sebanyak 19 kasus.

“Jumlah itu dengan rincian yakni, 10 kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), tujuh kasus persetubuhan, satu kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian, serta satu kasus pencabulan,” katanya. 

Dijelaskannya, dari jumlah tersebut, terdapat 13 korban anak dan 25 pelaku anak. Data ini menunjukkan bahwa sebagian pelaku juga masih berusia anak, sehingga penanganannya memerlukan pendekatan khusus. Ia menilai bahwa tingginya angka kasus yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku, menandakan perlunya pengawasan yang lebih ketat dari keluarga dan lingkungan terdekat. 

“Keluarga memiliki peran sentral dalam membentuk karakter, membimbing, serta melindungi anak dari pengaruh negatif yang dapat memicu perilaku kekerasan. Perlindungan anak tidak bisa hanya diserahkan pada pemerintah. Keluarga dan masyarakat juga harus berperan aktif,” tegasnya.

Masih kata dia, sebagai langkah pencegahan, DP3AKB Pesbar telah membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di setiap pekon. Hingga saat ini, 120 PATBM telah dibentuk dan beroperasi di berbagai wilayah. Keberadaan PATBM diharapkan menjadi garda terdepan dalam mencegah kekerasan serta memberikan respon cepat terhadap laporan dari masyarakat. 

“PATBM ini berfungsi untuk mendeteksi dini potensi kekerasan, melakukan mediasi, dan menyalurkan laporan ke pihak berwenang,” jelasnya.

Ditambahkannya, terkait penanganan kasus, UPTD PPA juga memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur alur pelaporan dari masyarakat. Pelaporan dimulai dari tingkat keluarga, kemudian disampaikan kepada PATBM di pekon, sebelum diteruskan ke UPTD PPA. Pihaknya juga mendorong pemerintah pekon, kecamatan, hingga tingkat kabupaten untuk aktif berkolaborasi dengan PATBM dan UPTD PPA.

“Karena itu, dengan SOP ini, laporan dapat diproses secara cepat, terstruktur, dan sesuai prosedur, sehingga penanganan korban bisa segera dilakukan,” tandasnya.(yayan/*) 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan