Ketegangan Mesir-Ethiopia Memanas Gara-Gara Sungai Nil

RADARLAMBARBACAKORAN.CO- Mesir kembali menegaskan sikap tegasnya dalam mempertahankan hak atas air Sungai Nil. Pernyataan ini disampaikan Presiden Abdel Fattah al-Sisi di Kairo dalam pertemuan bersama Presiden Uganda, Yoweri Museveni, pada Selasa (12/8).

Mesir memandang air Sungai Nil sebagai sumber kehidupan utama. Negeri itu menerima sebagian besar pasokan airnya dari sungai ini, yakni sekitar 85 miliar meter kubik per tahun bersama Sudan, yang hanya setara 4 persen dari total volume air.

Minimnya curah hujan dan tidak adanya sumber air alternatif membuat Mesir menganggap setiap pengurangan pasokan air sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, Mesir menegaskan tidak akan melepaskan haknya atas air Sungai Nil dalam kondisi apa pun.

Mesir menyatakan tetap mendukung pemanfaatan air Sungai Nil untuk pembangunan negara-negara tetangga dan sahabat. Namun, dukungan tersebut harus dilakukan tanpa mengurangi jatah air yang telah menjadi hak Mesir berdasarkan kesepakatan sebelumnya.

Ketegangan diplomatik terkait Sungai Nil semakin memanas setelah Ethiopia mengumumkan penyelesaian pembangunan Bendungan Renaissance Ethiopia Raya (GERD) di Sungai Nil Biru pada awal Juli lalu. Bendungan raksasa ini menjadi sumber perdebatan panjang antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir.

Sejak awal proyek GERD, ketiga negara telah melakukan berbagai perundingan. Namun hingga kini belum ada kesepakatan hukum yang mengikat terkait pembagian dan pengelolaan air jangka panjang. Kondisi ini membuat risiko konflik air di kawasan terus membayangi.

Bagi Mesir, ancaman dari pengelolaan air yang sepihak dapat mengganggu pertanian, suplai air bersih, dan sektor ekonomi lainnya. Pemerintahnya menegaskan akan menggunakan segala upaya diplomasi untuk memastikan hak air tetap terjaga.

Persoalan ini bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi juga menyentuh kedaulatan, keberlanjutan (*)