Instruksi ‘Tembak di Tempat’ Kapolri Menuai Kritik, PBHI: Ancaman Bagi Demokrasi

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo--
RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memerintahkan polisi menindak tegas hingga “tembak di tempat” massa aksi memicu kontroversi. Sejumlah lembaga bantuan hukum menilai kebijakan tersebut berbahaya dan berpotensi membuka ruang praktik kekerasan berlebihan.
Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyebut perintah itu menyalahi prinsip kepolisian sebagai instrumen sipil. Mereka menegaskan bahwa polisi wajib tunduk pada undang-undang, bukan komando ala militer.
Kahar Mualalsyah dari PBHI menilai instruksi tersebut memberi justifikasi bagi aparat melakukan penangkapan dan sweeping sewenang-wenang. Ia mencontohkan peningkatan penangkapan acak di Semarang, yang diduga membuat ratusan warga menjadi korban salah tangkap, mulai dari pelajar, pekerja, hingga orang yang sekadar melintas.
Menurut PBHI, massa aksi bukan musuh bersenjata melainkan warga negara yang sedang mengekspresikan hak konstitusionalnya. Instruksi keras tersebut dianggap tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam demokrasi.
Mereka mendesak Kapolri segera mengubah pendekatan represif menjadi pendekatan humanis. Selain itu, Komnas HAM, KPAI, dan Komnas Disabilitas diminta melakukan pemantauan ketat terhadap penanganan aksi unjuk rasa.
Sementara itu, dalam video yang beredar, Listyo Sigit menegaskan perintah tembak di tempat berlaku khusus untuk massa anarkistis yang menyerang markas atau asrama polisi. Ia menyatakan siap bertanggung jawab penuh atas kebijakan tersebut dan memastikan pelaksanaannya akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. (*)