Terjerat Pinjol Hutang Warga RI Tembus Rp87,6 T

OJK mencatat nilai outstanding pembiayaan peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) mencapai Rp87,61 triliun per Agustus 2025. Foto REUTERS--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Nilai pembiayaan peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) di Indonesia terus menanjak tajam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total nilai outstanding pinjaman daring masyarakat menembus Rp87,61 triliun per Agustus 2025. Angka tersebut melonjak 21,62 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, mencerminkan laju pertumbuhan konsumsi digital yang belum juga melambat.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menyebut kenaikan tersebut menunjukkan bahwa industri pinjaman berbasis teknologi kini telah menjadi salah satu tumpuan utama pembiayaan rumah tangga dan pelaku usaha mikro di tengah terbatasnya akses ke perbankan.
“Outstanding pembiayaan pada Agustus 2025 tumbuh 21,62 persen year on year, dengan nominal mencapai Rp87,61 triliun. Angka ini menunjukkan permintaan yang masih sangat kuat dari masyarakat,” ujarnya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Kamis (9/10).
Kenaikan itu juga terlihat secara bulanan, dari Rp84,66 triliun pada Juli menjadi Rp87,61 triliun pada Agustus. Meskipun pertumbuhan tinggi, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90)—indikator gagal bayar pinjaman online—masih berada di kisaran 2,60 persen, relatif stabil dalam batas aman.
Namun, di balik pertumbuhan yang tampak menggembirakan itu, OJK menilai ada tantangan serius yang perlu diwaspadai. Peningkatan permintaan pembiayaan daring juga diikuti dengan naiknya risiko moral hazard, terutama di kalangan masyarakat dengan literasi keuangan rendah. Fenomena pinjol yang kian agresif menembus wilayah semi-perkotaan dan pedesaan membuka celah bagi potensi gagal bayar massal jika tidak diimbangi pengawasan ketat.
OJK juga mencatat, secara keseluruhan, piutang pembiayaan lembaga keuangan non-bank pada Agustus 2025 mencapai Rp505,59 triliun, tumbuh 1,26 persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut ditopang pembiayaan modal kerja yang naik 7,92 persen secara tahunan. Meski begitu, rasio non-performing financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,51 persen, dan NPF net 0,85 persen—menandakan stabilitas sektor masih terjaga.
Kondisi ini menandai dua sisi wajah industri keuangan digital: di satu sisi menjadi motor baru pembiayaan nasional, namun di sisi lain menghadirkan risiko sistemik baru yang memerlukan pengawasan lintas sektor.
OJK menegaskan akan terus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap penyelenggara pinjol, termasuk kewajiban know your customer (KYC), sistem mitigasi risiko, dan perlindungan konsumen. “Kami terus mendorong keseimbangan antara inovasi dan keamanan sistem keuangan. Pertumbuhan harus disertai prinsip kehati-hatian,” tegas Agusman.
Dalam konteks makroekonomi, tren pembiayaan digital yang agresif juga mencerminkan perubahan perilaku masyarakat di era suku bunga tinggi. Ketika perbankan cenderung berhati-hati menyalurkan kredit, pinjol menjadi alternatif cepat bagi kebutuhan likuiditas rumah tangga dan pelaku UMKM. Namun, para ekonom mengingatkan, pinjaman dengan bunga tinggi dan tenor pendek berpotensi menjerat masyarakat dalam lingkaran utang konsumtif yang sulit diputus.
Analis keuangan independen Deni Rahardjo menilai pemerintah dan regulator harus menyeimbangkan aspek inklusi keuangan dengan stabilitas sistem. “Pinjol memang membuka akses, tapi kalau tidak dibarengi peningkatan literasi dan pengawasan ketat, ini bisa menjadi bom waktu. Apalagi pertumbuhan 20 persen per tahun tanpa penurunan rasio gagal bayar menandakan eksposur risiko kredit mulai menumpuk,” ujarnya.
Ke depan, OJK disebut tengah menyiapkan langkah pengetatan, termasuk evaluasi izin platform pinjol yang tidak memenuhi syarat tata kelola dan manajemen risiko. Langkah ini diharapkan dapat memastikan industri pinjaman daring tetap menjadi pendorong inklusi keuangan, bukan sumber kerentanan baru di tengah upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional.(*/edi)