Radarlambar.Bacakoran.co – Tim pengacara Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, mengajukan keberatan terhadap penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus impor gula pada periode 2015-2016. Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 18 November 2024, pihak Tom Lembong mengungkapkan sejumlah argumen yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan itu tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana.
Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan impor gula yang diambil oleh kliennya. Menurutnya, hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan adanya kerugian negara terkait kebijakan tersebut. Bahkan kata dia, dalam perkara itu tidak ada hasil audit investigatif BPK yang menyebutkan telah terjadi kerugian keuangan negara.
Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama, tepatnya dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Dalam kapasitasnya sebagai menteri, Tom mengklaim bahwa keputusan terkait impor gula merupakan bagian dari kewenangannya sebagai pembuat kebijakan yang sah, yang seharusnya dinilai dalam kerangka hukum administrasi negara, bukan hukum pidana. Kebijakan impor gula yang diambil adalah bagian dari tanggungjawabnya sebagai policy maker. Bahkan dirinya beranggapan jika itu adalah ranah hukum administrasi negara, bukan pidana.
Pihak Tom Lembong juga menyoroti bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh menteri, termasuk kebijakan impor gula, selalu mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Zaid bahkan menegaskan bahwa selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Tom Lembong tidak pernah menerima teguran atau peringatan dari Presiden. Faktanya, selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Tom Lembong tidak pernah mendapat teguran dari Presiden. Hal itu menunjukkan bahwa tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh Presiden, dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab Kepala Negara.
Berdasarkan hal tersebut, tim pengacara Tom Lembong berpendapat bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus ini adalah tidak sah. Mereka menilai bahwa kebijakan impor yang dijalankan oleh Tom lebih tepat dinilai dari perspektif hukum administrasi negara, bukan hukum pidana.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa kasus dugaan korupsi ini berhubungan dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 400 miliar. Selain Tom Lembong, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya kini telah menjalani proses hukum, dengan Tom Lembong saat ini berada dalam penahanan.
Sidang praperadilan untuk menentukan kelanjutan proses hukum ini akan dilanjutkan pada Selasa 19 November 2024, dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak Kejaksaan Agung. (*)