Radarlambar.bacakoran.co - Sekelompok warga Jakarta berencana melaporkan Menteri Perumahan dan Pemukiman, Maruarar Sirait, ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pernyataannya yang dianggap memicu ketegangan sosial.
Laporan tersebut diajukan sekitar pukul 15.30 WIB pada Senin, 25 November 2024, oleh Samuel David, seorang advokat yang menyebut dirinya sebagai perwakilan warga Jakarta.
Menurut David, Maruarar dianggap telah mengeluarkan pernyataan yang melibatkan isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) ketika ia menyatakan bahwa dukungan Anies Baswedan terhadap pasangan calon Pramono Anung-Rano Karno dalam Pilkada Jakarta akan mengurangi suara dari kalangan non-Muslim.
David menambahkan bahwa ia telah menyiapkan berkas laporan beserta bukti berupa pranala berita yang memuat pernyataan Maruarar. Dalam laporan tersebut, David berharap Bawaslu dapat menindaklanjuti tuduhan tersebut karena dianggap merusak kerukunan antar kelompok di Jakarta.
Pernyataan yang dimaksud oleh Maruarar mencuat pada Jumat, 22 November 2024, ketika ia mengatakan bahwa suara pemilih untuk pasangan Pramono-Rano yang didukung oleh Anies Baswedan berpotensi berkurang karena dukungan tersebut dianggap bisa membuat kalangan non-Muslim mengalihkan pilihannya.
Ia juga menyebutkan bahwa dukungan Anies terhadap Pramono-Rano bisa membuat kalangan non-Muslim kembali memilih pasangan Ridwan Kamil-Suswono, yang lebih diterima oleh pemilih non-Muslim di Jakarta.
Reaksi terhadap pernyataan tersebut datang dari berbagai pihak. Ronny Talapessy, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, menyatakan bahwa PDIP akan mengambil langkah hukum terkait pernyataan Maruarar. Namun, dalam laporan yang akan disampaikan ke Bawaslu, Ronny menegaskan bahwa tindakan hukum ini bukan merupakan langkah resmi dari PDIP, melainkan inisiatif warga Jakarta sendiri.
Pernyataan Maruarar dianggap berpotensi memecah belah warga Jakarta menjelang Pilkada, dan hal ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya polarisasi sosial, khususnya terkait isu agama dan suku. Oleh karena itu, sejumlah pihak merasa perlu untuk mengambil langkah hukum guna menghindari ketegangan yang lebih besar. (*)