Radarlambar.bacakoran.co- Di Indonesia, praktik perdukunan sering kali dianggap sebagai solusi alternatif saat seseorang jatuh sakit atau menghadapi penderitaan berat.
Salah satu metode yang paling terkenal adalah mengeluarkan benda asing dari tubuh, seperti muntah paku atau benda lainnya. Namun, di balik tampaknya fenomena mistis tersebut, terdapat fakta menarik yang diungkap oleh antropolog asal Jerman, Franz Boaz.
Franz Boaz, yang terkenal dengan pengamatannya terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat, pada awal 1900-an memutuskan untuk menyelidiki praktik dukun yang banyak ditemui di berbagai belahan dunia, termasuk di Kanada.
Saat itu, Boaz merasa geram dengan praktik dukun yang menggunakan cara-cara di luar nalar. Untuk membongkar rahasia tersebut, Boaz melakukan penyamaran dengan bergabung dalam kelompok dukun di Vancouver, Kanada, menggunakan nama samaran "Quesalid."
Boaz menyaksikan langsung bagaimana para dukun menggunakan manipulasi dan tipuan dalam praktik pengobatan mereka. Mereka dilatih untuk melakukan pantomim, sulap, hingga pura-pura kesurupan atau muntah benda asing.
Ternyata, trik yang selama ini dipercaya sebagai penyembuhan adalah hasil dari manipulasi yang dilakukan oleh para dukun. Mereka menyembunyikan benda asing di mulut mereka, dan pada momen yang tepat, benda itu dikeluarkan seolah-olah keluar dari tubuh pasien. Bahkan, untuk meningkatkan efek dramatis, dukun akan menggigit lidah atau melukai gusi mereka untuk mengeluarkan darah dan membuat penampilan lebih meyakinkan.
Ketika Boaz mencoba praktik tersebut, ia berhasil membuat banyak orang takjub. Bahkan, dalam waktu singkat, ia menjadi seorang dukun terkenal di Kanada tanpa orang tahu bahwa ia sebenarnya adalah seorang peneliti yang sedang menyelidiki dunia perdukunan.
Hal ini mengungkapkan adanya faktor ekonomi yang mendasari praktik ini. Banyak dukun yang memanfaatkan kesulitan pasien kaya untuk meraup keuntungan dengan menawarkan pengobatan yang sebenarnya hanyalah rekayasa belaka.
Boaz menemukan bahwa ada tiga unsur utama yang menjadikan praktik dukun atau santet berhasil, sebagaimana dijelaskan oleh antropolog Claude Levi-Strauss dalam bukunya Dukun dan Sihirnya (1949). Pertama, dukun harus meyakini efektivitas teknik yang digunakan.
Kedua, pasien atau korban juga harus mempercayai praktik tersebut. Ketiga, dukungan dari masyarakat atau pihak ketiga yang mendukung kepercayaan ini sangat penting. Keberhasilan praktik dukun dan sihir sangat bergantung pada keyakinan ini, yang bisa menciptakan suasana yang mendukung keberhasilan tindakan mistis tersebut.
Levi-Strauss menyebut ketiga faktor ini sebagai Kompleks Shaman,yang menunjukkan bahwa sihir atau santet tidak akan berhasil jika ada pihak yang tidak percaya. Hal ini bukan karena seseorang kebal terhadap sihir, melainkan karena tidak ada keyakinan yang menguatkan efektivitas praktik tersebut. Dengan demikian, kepercayaan menjadi kunci utama dalam dunia perdukunan dan sihir.(*)