Radarlambar.bacakoran.co- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan surat terbuka kepada Komisi I dan III DPR RI, Senin (3/3), menolak pembahasan revisi Undang-Undang TNI dan Polri.
Kepala Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus, menilai bahwa revisi tersebut tidak mampu menjawab permasalahan kultural di institusi TNI maupun Polri.
Andrie menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN), khususnya terkait penambahan wewenang intelijen dalam RUU Polri.
Ia juga mengkritisi perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif dalam RUU TNI.
Menurutnya, langkah ini berpotensi membawa pemerintahan kembali ke era Orde Baru, ketika militer memiliki peran dominan dalam birokrasi sipil.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyatakan bahwa revisi UU TNI akan membahas masa pensiun prajurit serta usulan penghapusan larangan prajurit berbisnis.
Saat ini, usia pensiun prajurit diatur dalam Pasal 53 UU TNI, yaitu 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara serta tamtama.
Anggota Komisi I DPR, Hasanuddin, mengungkapkan bahwa pembahasan revisi UU TNI masih terbuka untuk perubahan atau penambahan pasal.
Menurutnya, dinamika dalam pembahasan akan terus berkembang seiring dengan kerja Panitia Kerja (Panja) DPR dan pemerintah.
KontraS berharap agar DPR mempertimbangkan kembali revisi ini dengan lebih mendalam, terutama dampaknya terhadap keseimbangan kewenangan antar-lembaga serta potensi kembalinya militerisasi dalam pemerintahan sipil.(*)