Radarlambar.bacakoran.co– Menyambut datangnya 1 Muharam 1447 Hijriah, masyarakat Pemangku Tamanjaya, Pekon Kubuperahu, Kecamatan Balikbukit, Lampung Barat, menggelar sebuah tradisi yang unik sekaligus sarat makna.
Puluhan warga, dari anak-anak hingga orang tua, berkumpul di jalan utama pekon untuk melaksanakan doa bersama, sebagai ungkapan syukur dan harapan di awal tahun baru Islam.
Berlangsung pada Jumat, 27 Juni 2025, tradisi tahunan ini tak digelar di dalam masjid atau balai pertemuan sebagaimana lazimnya, melainkan di tengah jalan. Dengan tikar sederhana yang dibentang di atas aspal, warga duduk berjejer rapi, khusyuk mendengarkan lantunan doa dan zikir yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.
Menurut tokoh masyarakat setempat, Zuhairi Barmawi, tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun dan menjadi bagian dari kearifan lokal warga Kubuperahu.
“Kami tidak sekadar merayakan kalender, tapi menjadikan momen ini sebagai titik tolak introspeksi, memohon agar dijauhkan dari musibah dan bala di tahun mendatang,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pelaksanaan doa di jalan bukan tanpa makna. Jalan adalah simbol keterbukaan, penghubung antarmanusia, dan ruang sosial tempat aktivitas warga berlangsung setiap hari.
“Dengan berdoa di jalan, kami ingin menyucikan ruang-ruang tempat hidup kami beraktivitas, tempat anak-anak kami tumbuh, dan tempat nafkah kami dijalankan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, selain pembacaan doa-doa khusus menyambut bulan Muharam, juga disampaikan tausiyah singkatmengangkat nilai-nilai hijrah sebagai ajakan memperbaiki diri. Acara diakhiri dengan pembagian makanan ringan secara gotong royong oleh ibu-ibu warga setempat, sebagai bentuk sedekah dan keberkahan.
Tradisi ini sekaligus menjadi refleksi kuatnya ikatan sosial dan semangat kebersamaan warga dalam membingkai nilai-nilai keislaman dengan cara yang sederhana namun penuh makna. Tidak ada baliho, tidak ada panggung hiburan, hanya kesederhanaan dan ketulusan doa bersama yang menjadi pusat kegiatan.
Tradisi ini menjadi salah satu kekayaan budaya Islam lokal di Lampung Barat yang tetap lestari di tengah arus modernitas. Pemerintah pekon sendiri turut mendukung kegiatan ini sebagai bagian dari pelestarian budaya religius masyarakat.(*)