Radarlambar.bacakoran.co — CEO OpenAI, Sam Altman, kembali mengingatkan publik soal risiko yang mengintai dari kemajuan pesat kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Salah satu perhatian terbesarnya adalah bagaimana AI modern dapat meniru manusia dengan sangat meyakinkan, baik dari segi suara maupun visual.
Altman menyoroti bahwa masih banyak lembaga keuangan yang mengandalkan sidik jari atau suara untuk otentikasi transaksi. Padahal, sistem AI saat ini sudah cukup canggih untuk merekayasa suara manusia sehingga sulit dibedakan dari aslinya. Ia menilai bahwa metode keamanan tradisional semacam ini rentan disalahgunakan oleh pelaku kejahatan digital berbasis AI.
Kekhawatiran tersebut juga diperkuat dengan tren penipuan berbasis kloning suara dan video yang semakin meningkat. Di sejumlah kasus, orang tua tertipu karena meyakini bahwa anak mereka sedang dalam bahaya setelah mendengar rekaman suara yang dihasilkan oleh AI. Kasus semacam ini disebut-sebut baru permulaan dari krisis penipuan digital yang lebih besar di masa depan.
Altman juga menyoroti bahaya potensial lain dari AI supercerdas, yaitu hilangnya kendali manusia atas pengambilan keputusan. Ia memperkirakan bahwa dalam satu dekade ke depan, AI bisa menyaingi, bahkan melampaui kecerdasan manusia dalam banyak aspek.
Sebagai bentuk mitigasi, Altman mendukung pengembangan alat bernama The Orb yang dirancang oleh Tools for Humanity. Perangkat ini diklaim mampu memberikan identifikasi yang membedakan manusia asli dari AI, sebagai bentuk perlindungan di era di mana realitas dan rekayasa digital semakin sulit dibedakan.
Perkembangan pesat AI memang membuka banyak peluang, namun juga menyisakan ancaman nyata terhadap privasi, keamanan, dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, penting bagi individu, institusi, hingga pemerintah untuk segera menyusun kebijakan dan sistem pertahanan digital yang adaptif terhadap tantangan teknologi mutakhir ini.(*)