Radarlambar.bacakoran.co- Maraknya praktik premanisme di sejumlah kawasan industri menjadi perhatian serius kalangan pengusaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa selain faktor global, gangguan keamanan akibat aksi preman juga turut mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Gangguan tersebut dilaporkan terjadi di kawasan-kawasan industri utama seperti Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, dan Kepulauan Riau. Situasi ini bukan hanya menimbulkan kerugian langsung bagi pelaku usaha, namun juga berdampak sistemik terhadap iklim investasi dan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
Premanisme yang menyasar sektor usaha kerap menghambat aktivitas produksi hingga memicu kekhawatiran di kalangan investor. Apindo menyebut, kondisi ini membuat banyak investor ragu menanamkan modalnya karena faktor keamanan yang belum sepenuhnya kondusif.
Tidak hanya kerugian finansial yang dirasakan pelaku usaha, tetapi negara juga kehilangan potensi masuknya investasi baru yang batal terealisasi akibat persepsi negatif terhadap situasi dalam negeri. Hal ini memperparah tekanan terhadap sektor industri yang sebelumnya sudah terimbas perlambatan ekonomi global.
Data resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sepanjang kuartal pertama 2025, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah PHK. Sebanyak 42.385 pekerja kehilangan pekerjaan, atau naik lebih dari 32 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Wilayah dengan jumlah PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Barat dan Banten.
Apindo menilai fenomena PHK ini bukan sekadar siklus ekonomi tahunan, melainkan mencerminkan persoalan struktural yang membutuhkan respons komprehensif. Salah satu akar masalah yang harus segera ditangani adalah lemahnya pengawasan terhadap keamanan dan ketertiban di sentra-sentra industri.
Survei internal yang dilakukan Apindo juga memperkuat temuan tersebut. PHK yang terus bergulir menunjukkan adanya tekanan besar terhadap sektor produksi dalam negeri yang tak hanya berasal dari faktor eksternal, tetapi juga dari ketidakpastian situasi domestik.
Selain itu, data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lebih dari 150 ribu pekerja telah mengalami PHK sepanjang Januari hingga Juni 2025. Dari jumlah tersebut, lebih dari dua pertiga telah mengajukan klaim manfaat jaminan kehilangan pekerjaan.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan menurunkan daya saing kawasan industri nasional dan memperlebar ketimpangan sosial ekonomi, khususnya di daerah-daerah padat industri. Pemerintah dan aparat penegak hukum didesak untuk mengambil langkah nyata dalam memastikan keamanan dunia usaha agar roda perekonomian tidak semakin lesu.(*)