BANDARNEGERI SUOH – Aktivitas perambahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kian mengkhawatirkan, khususnya di wilayah Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh (BNS). Data menunjukkan, 11.102 hektar kawasan konservasi telah berubah fungsi menjadi lahan pertanian kering dan kebun kopi, yang digarap oleh sedikitnya 4.517 Kepala Keluarga (KK).
Kondisi tersebut berdampak langsung pada menurunnya fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area), sehingga memperbesar risiko bencana hidrometeorologi. Peristiwa banjir bandang di BNS beberapa hari lalu dinilai sebagai bukti nyata dari rusaknya ekosistem hutan di kawasan TNBBS.
Analisis tutupan lahan tahun 2022 mencatat, total open area di TNBBS mencapai 81.359 hektar, atau sekitar 25,94 persen dari luas kawasan. Di Suoh dan BNS, sebagian besar hutan lebat kini berubah menjadi kebun kopi. Situasi ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga meningkatkan frekuensi konflik satwa liar, mulai dari gajah, harimau hingga beruang yang keluar dari habitat alaminya.
Humas Balai Besar TNBBS, Derry Chandra Wijaya, menegaskan bahwa kondisi di Suoh dan BNS harus menjadi perhatian serius. Menurutnya, kerusakan kawasan konservasi akan selalu berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, baik berupa banjir bandang, longsor, maupun konflik satwa liar.
“Kawasan TNBBS adalah catchment area penting yang menopang kehidupan masyarakat. Ketika terjadi perambahan secara masif, maka fungsi ekosistem terganggu. Dampaknya bisa kita lihat, salah satunya banjir bandang di Suoh. Ini peringatan nyata bahwa kerusakan hutan berdampak langsung pada manusia,” tegas Derry, Jumat (12/9/2025).
Lebih jauh, Derry menambahkan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai upaya, mulai dari penegakan hukum bersama aparat, hingga program pemberdayaan masyarakat agar warga memiliki alternatif mata pencaharian selain merambah kawasan hutan.
“Kami tidak bisa hanya mengandalkan penindakan. Harus ada solusi komprehensif, termasuk memberikan pilihan ekonomi lain bagi masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa tetap sejahtera tanpa merusak kawasan konservasi,” tambahnya.
Derry juga menegaskan bahwa menjaga TNBBS bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat luas. Jika perambahan terus dibiarkan, ia khawatir bencana ekologis akan semakin sering terjadi di Lampung Barat. “Kalau kita tidak bersama-sama menjaga TNBBS, maka bencana serupa bisa terus berulang. Yang menjadi korban bukan hanya satwa liar, tetapi juga masyarakat itu sendiri,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung Barat terus mengupdate dampak banjir bandang yang menerjang Pemangku Gunung Sari Pekon Banding Agung Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat pada Rabu, 10 September 2025 sore, sekitar pukul 17.00 WIB.
Data terbaru BPBD Lampung Barat pada Kamis, 11 September 2025, tercatat 472 jiwa mengungsi. Terdiri atas 130 KK berikut 342 anggota keluarga.
Kemudian empat rumah dinyatakan hilang akibat hanyut terbawa arus banjir kemarin sore. Kemudian 11 rumah rusak berat, delapan rusak ringan dan 49 rumah warga terdampak. Posko penanganan banjir Suoh juga telah didirikan di Pekon Gunung Sari.
Sebagian tim gabungan yang terdiri atas BPBD bekerjasama dengan instansi vertikal, seperti TNI dan Polri bersama warga terus membersihkan material, seperti lumpur. (edi/lusiana)