PAGARDEWA – Masyarakat Pekon Sidodadi, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat (Lambar), harus berjuang keras saat hendak masuk atau keluar dari pekon, karena akses jalan yang sulit khususnya saat setelah turun hujan.
Masalah ini masalah klasik, dimana ruas jalan sepanjang tujuh kilometer masih berupa tanah merah. Begitu juga dari Pekon Batu Api sepanjang empat Kilometer.
Pekon Sidodadi sendiri bukanlah pemukiman kecil, melainkan wilayah yang memiliki enam pemangku, yang di tempati 564 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk yang telah memiliki KTP 1.189 jiwa, atau seluruh penduduk berjumlah 2.000 jiwa.
Diusia Kabupaten Lampung Barat yang sudah 32 tahun, melihat kondisi akses masuk masih berupa tanah merah dan ketika terjadi hujan sangat sulit dilalui hingga berimbas pada ekonomi masyarakat, pekon tersebut dan tetangganya Pekon Batu Api seakan menjadi pemukiman yang terabaikan pembangunannya oleh pemerintah atau masih menyandang predikat daerah terisolir.
Peratin Sidodadi Anilah Rahmayanti menyampaikan, usulan kepada pemerintah dengan harapan jalan masuk pekon yang statusnya jalan kabupaten tersebut, tersentuh pembangunan berupa perkerasan badan jalan terus disampaikan baik secara formil melalu Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) hingga momen kunjungan pejabat dan lainnya terus tiada henti-hentinya di sampaikan.
”Akan tetapi pada kenyataannya jalur utama pekon masih berupa tanah merah. Sampai sekarang belum ada info-info jalan kami dapat pembangunan, tapi warga tetap optimis harapan pembangunan akan diperoleh," ungkapnya.
Tahun 2024 yang telah memasuki pertengahan tahun menjadi harapan baru bagi pekon tersebut. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dapat memulai dan memberikan pembangunan.
"Selain usulan kepada pemerintah baik secara formal maupun non formal yang telah kami lakukan panjatan doa juga tak putus kami lantunkan agar apa yang menjadi harapan yakni pembangunan jalan direalisasikan walaupun sumber pembangunannya berasal dari mana saja," ungkapnya.
Anilah juga menyampaikan pada aspek pembangunan di bukan tersebut setiap tahunnya selalu ada namun kapasitas pembangunan yang berhasil direalisasikan bersumber dari Anggaran Dana Desa (ADD) yang skala regulasinya untuk pembangunan pemangku pemangku.
"Jika jalan utama ini kami bangun menggunakan Dana Desa, tentu menyalahi karena ini merupakan jalur kabupaten dan kalaupun hal itu dihalalkan dengan Dana Desa membutuhkan waktu yang lama mengingat anggarannya terbatas dan peruntukannya sudah jelas bukan untuk pembangunan fisik saja, tidak akan mampu," imbuh dia. *