Industri Influencer Terancam Krisis: Tantangan Baru bagi Kreator Konten

Ilustrasi. Industri Influencer Terancam Krisis, Tantangan Baru bagi Kreator Konten. Foto Dok/Net ---

Radarlambar.bacakoran.co - Dunia media sosial yang dulunya menjadi lahan subur bagi banyak influencer, termasuk Atta Halilintar, kini menghadapi tantangan besar. Platform yang semula begitu menguntungkan bagi kreator konten, kini semakin tidak bersahabat, memunculkan persaingan ketat dalam meraup pendapatan.

Laporan dari The Wall Street Journal mengungkapkan bahwa platform media sosial kini semakin selektif dalam membayar komisi kepada para kreator. Di sisi lain, merek-merek ternama juga lebih berhati-hati dalam memilih influencer yang akan diajak bekerja sama.

Contoh nyata dari fenomena ini adalah Clint Brantley, seorang kreator konten penuh waktu yang telah aktif sejak tiga tahun lalu. Meski memiliki lebih dari 400.000 pengikut dan rata-rata 100.000 view per konten di platform seperti TikTok, YouTube, dan Twitch, penghasilan Brantley pada 2023 ternyata lebih rendah dari gaji median pekerja penuh waktu di AS, yang tercatat sekitar US$ 58.084 atau Rp 950 juta. Brantley mengungkapkan bahwa pendapatannya yang tidak stabil membuatnya tidak siap untuk menyewa apartemen dan masih tinggal bersama ibunya di Washington.

The Wall Street Journal menambahkan bahwa persaingan yang semakin ketat ini akan mempersulit banyak kreator untuk menghasilkan pendapatan yang cukup dan stabil. Hal ini diperburuk dengan kemungkinan pemblokiran TikTok di AS, yang membuat banyak kreator khawatir kehilangan sumber pendapatan mereka jika salah satu platform utama mereka dihentikan.

Kondisi Industri yang Semakin Sesak

Menurut laporan Goldman Sachs pada 2023, ada ratusan juta orang di seluruh dunia yang mengunggah konten untuk menghibur dan mengedukasi, dan sekitar 50 juta orang di antaranya menghasilkan uang dari konten yang mereka buat. Meski jumlah kreator yang menghasilkan pendapatan diperkirakan akan terus meningkat hingga 2028, namun semakin banyak orang yang terjun ke industri ini berarti semakin sedikit 'porsi' yang tersedia.

Berdasarkan data dari NeoReach, hampir 48% influencer pada 2023 memperoleh penghasilan kurang dari US$ 15.000 (sekitar Rp 245 juta) per tahun, sementara hanya 14% yang mampu menghasilkan lebih dari US$ 100.000 (sekitar Rp 1,6 miliar). Faktor-faktor seperti apakah seorang kreator bekerja penuh waktu atau paruh waktu, jenis konten yang dibagikan, dan durasi kariernya sebagai influencer sangat mempengaruhi besarnya penghasilan.

Tekanan Mental dan Energi yang Besar

Meskipun banyak yang berhasil selama pandemi dengan memilih topik-topik populer seperti fesyen, investasi, dan gaya hidup, para kreator konten mengakui bahwa pekerjaan ini sangat menuntut secara mental dan fisik. Mereka harus terus-menerus berpikir tentang ide-ide konten yang menarik audiens, serta berinteraksi dengan pengikut agar tetap relevan.

Jasmine Enberg, analis di Emarketer, mengatakan bahwa menjadi seorang influencer bukanlah pekerjaan yang mudah. Kreator yang dapat hidup dari menjadi influencer adalah mereka yang telah berkarier selama bertahun-tahun, ujarnya. Kreator juga tidak mendapat jaminan seperti pekerja kantoran, seperti asuransi kesehatan atau uang pensiun, dan mereka harus menghadapi ketidakpastian keuangan, terutama di tengah inflasi dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Pendapatan dari Platform yang Semakin Menyusut

Pada 2020-2023, TikTok mengalokasikan dana hingga US$ 1 miliar untuk kreator, sementara YouTube menawarkan penghasilan melalui fitur Shorts, dan Instagram Reels memberikan bonus kepada kreator. Namun, kebijakan pembayaran kini semakin ketat. TikTok, misalnya, mengharuskan kreator memiliki setidaknya 10.000 pengikut dan 100.000 view per bulan untuk memperoleh penghasilan. Instagram juga tengah menguji program pembayaran terbatas, sementara YouTube memperkenalkan pembagian pendapatan iklan untuk kreator yang memenuhi persyaratan tertentu.

Para TikTokers kini mengaku kesulitan memperoleh pendapatan meski memiliki pengikut dalam jumlah besar. Ben-Hyun, misalnya, yang memiliki 2,9 juta pengikut, mengaku hanya mendapatkan US$ 120 meski videonya meraih 10 juta view. Danisha Carter, kreator lain yang memiliki 1,9 juta pengikut, juga mengungkapkan keluhan serupa, merasa bahwa pembayaran yang diterima tidak sebanding dengan pendapatan yang dihasilkan platform.

Carter menambahkan, Kreator harus dibayar secara adil sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan aplikasi. Ada kebutuhan untuk transparansi tentang bagaimana kami dibayar dan kebijakan pembayaran yang konsisten.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan