Direktur SDGs Center UBL Kritik Indeks Kemajuan Kota dari Perspektif

Fritz Akhmad Nuzir Direktur Center for Sustainable Development Goals Studies (SDGs Center) Universitas Bandar Lampung (UBL) sekaligus Wakil Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Lampung-Foto Dok---

Radarlambar.bacakoran.co — Direktur Center for Sustainable Development Goals Studies (SDGs Center) Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr.Eng. Fritz Akhmad Nuzir, S.T., M.A, mengkritisi capaian kemajuan kota di Indonesia, termasuk di Lampung, yang selama ini banyak diukur dari indikator makro seperti Indeks Daya Saing Daerah (IDSD). Menurut Fritz, pembangunan kota harus dilihat dari aspek permukiman yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

“Kota-kota perlu memperkuat kebijakan yang tidak hanya sebatas visi besar, tetapi disertai petunjuk teknis yang detail dan implementatif sesuai kondisi nyata di lapangan,” ujar Fritz, Kamis (22/5/2025), dalam keterangan tertulis.

Fritz menilai seringkali program pembangunan gagal menjangkau kompleksitas dan karakteristik unik permukiman. Selain itu, ia menekankan pentingnya perencanaan partisipatif yang tidak sekadar seremonial, melainkan diikuti pendekatan inovatif dan kontekstual. Kolaborasi lintas aktor, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, media, hingga komunitas, juga harus berbasis data dan kajian ilmiah.

Terkait capaian IDSD 2024 yang menempatkan Kota Metro, Bandar Lampung, dan Kabupaten Pringsewu sebagai daerah dengan daya saing tertinggi di Lampung, Fritz mengingatkan agar tidak terpaku pada angka-angka semata. Menurutnya, indeks tersebut belum tentu mencerminkan kota yang layak huni dan berkeadilan sosial.

“Indeks ini memang komprehensif, tapi indikator terkait infrastruktur dasar dan kualitas lingkungan hidup hanya sebagian kecil dari puluhan aspek yang dinilai,” ujar Fritz. Ia menambahkan, realitas sehari-hari masyarakat seperti akses air bersih, sanitasi, pengelolaan sampah, ruang terbuka hijau, dan kualitas hunian masih banyak menghadapi persoalan.

Fritz juga merujuk pada Laporan Voluntary Local Review (VLR) Kota Bandar Lampung 2022 yang menyebutkan bahwa kawasan kumuh masih signifikan, dengan akses pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau yang belum merata. Di Kota Metro, meski indeks daya saing tinggi, ruang interaksi sosial ramah anak dan lansia di permukiman masih minim. Sedangkan di Pringsewu, sistem drainase di kawasan padat penduduk belum terpadu.

Sebagai solusi, Fritz menyarankan pemerintah daerah menggunakan indikator SDG 11 yang lebih fokus pada kualitas permukiman dan ketahanan kota, seperti proporsi penduduk di permukiman tidak layak, pengelolaan limbah, akses ruang publik hijau yang inklusif, serta mitigasi risiko bencana di permukiman padat.

“Infrastruktur dasar dan kualitas lingkungan hidup di kawasan permukiman bukan hanya masalah teknis, tapi juga hak asasi warga atas tempat tinggal yang bermartabat,” tutup Fritz. (*/nopri)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan