Vonis, Perjalanan Politik Hasto Kristiyanto di Tengah Pusaran Kasus Harun Masiku

Proses sidang kasus Hasto Krisdianto. -Foto Radar Grup-
Radarlambar.bacakoran.co – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, hari ini, Jumat 25 Juli 2025, akan menghadapi putusan majelis hakim dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara buronan Harun Masiku. Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta. Jika denda itu tidak dibayar, maka akan diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Hasto didakwa melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tuntutan tersebut menyusul keterlibatannya dalam upaya menghalangi penyidikan terkait kasus suap yang menjerat mantan caleg PDIP Harun Masiku—yang hingga kini masih menjadi buronan.
Di tengah proses hukum yang menjeratnya, Hasto mendapat dukungan dari internal partai. Sejumlah kader menyatakan harapan agar sang sekjen dibebaskan dari segala tuntutan, seraya menyebut perlawanan Hasto sebagai bagian dari perjuangan politik menghadapi tekanan kekuasaan.
Hasto Kristiyanto lahir di Yogyakarta pada 7 Juli 1966 dari pasangan Antonius Krido Pardjono dan Yohana Sutami. Sejak kecil, ia memiliki minat terhadap budaya Jawa, terutama kisah-kisah wayang seperti Mahabharata. Ia menikah dengan Maria Ekowati dan dikaruniai dua anak: Ignatius Windu Hastomo dan Agatha Puspita Asri.
Pendidikan tinggi ia tempuh di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) dan semasa kuliah aktif dalam organisasi mahasiswa hingga menjadi Ketua Senat Fakultas Teknik. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S-2 di STIE Prasetya Mulya dan meraih gelar doktor di bidang Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan.
Karier profesional Hasto dimulai di PT Rekayasa Industri, BUMN yang bergerak di bidang teknik dan konstruksi. Ia terlibat dalam proyek besar seperti pabrik ammonia, kelapa sawit, dan studi pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir, hingga menjabat sebagai Kepala Divisi Agroindustri sebelum meninggalkan perusahaan pada 2002.
Dunia politik mulai digelutinya dari bawah, sebagai staf teknis internal partai. Pada Pemilu 2004, ia berhasil melaju ke Senayan mewakili Jawa Timur dan duduk di Komisi VI DPR RI. Selama menjadi legislator, Hasto ikut merancang berbagai undang-undang strategis, termasuk UU Penanaman Modal dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia juga aktif mengusulkan hak angket untuk isu-isu penting seperti impor beras dan kenaikan harga BBM.
Kariernya terus menanjak ketika pada 2014 ia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal PDIP, menggantikan Tjahjo Kumolo yang kala itu ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri. Hasto kemudian kembali dipercaya memegang jabatan tersebut untuk periode 2019–2024 setelah partai berhasil mendominasi Pemilu dan Pilkada.
Di balik layar, ia menjadi figur kunci kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, serta terlibat langsung dalam tim pemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Pada Pilpres 2024, ia kembali memimpin barisan sebagai Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo dan Mahfud Md., meskipun pasangan tersebut kalah dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Selama proses pemilu, Hasto dikenal sebagai tokoh yang vokal menyuarakan dugaan kecurangan, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden. Meski kini tengah menjalani proses hukum dan ditahan, posisinya sebagai Sekjen PDIP belum tergantikan. Partai belum memberikan sinyal akan menunjuk pengganti, dan menyatakan bahwa posisi Hasto masih tetap aktif secara struktural.
Putusan sidang hari ini akan menjadi penentu bagi langkah politik Hasto selanjutnya. Apakah ia akan terus bertahan sebagai tokoh penting dalam PDIP, atau karier politiknya akan terganjal oleh jeratan hukum. (*)