Mentan Ungkap Praktik Pengoplosan Beras SPHP Bulog di Riau, 9 Ton Disita

Ilustrasi. Temuan pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) milik Perum Bulog. Foto-Net--
Radarlambar.bacakoran.co-Kementerian Pertanian mengungkap praktik pengoplosan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) milik Perum Bulog yang dilakukan oleh distributor lokal di Pekanbaru, Riau. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pengungkapan ini merupakan hasil kerja sama antara kementerian dan jajaran Polda Riau.
Modus pengoplosan dilakukan dengan mencampur beras subsidi SPHP Bulog dengan beras reject berkualitas buruk. Selain itu, pelaku juga membeli beras murah dari wilayah Pelalawan, lalu mengemasnya ulang dalam karung beras bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik.
Dalam penggerebekan di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, aparat menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pelaku berinisial R. Barang bukti yang diamankan mencakup 79 karung beras SPHP yang telah dioplos, 4 karung beras bermerek premium dengan isi berkualitas rendah, 18 karung kosong SPHP, serta perlengkapan seperti mesin jahit, benang, dan timbangan digital.
Pelaku terancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar, berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pemerintah memperkirakan kerugian konsumen akibat pengoplosan mencapai selisih harga Rp5.000 hingga Rp9.000 per kilogram. Artinya, masyarakat harus membayar lebih mahal untuk beras berkualitas rendah yang dikemas seolah-olah premium.
Selain kasus di Riau, pemerintah juga menemukan 212 merek beras bermasalah di 10 provinsi lainnya. Kementerian mencatat potensi kerugian masyarakat dari praktik tersebut mencapai lebih dari Rp99 triliun per tahun.
Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Mabes Polri menegaskan komitmen untuk menindak tegas setiap pelaku manipulasi pangan bersubsidi. Praktik curang seperti ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap program bantuan yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan menekan inflasi.(*)