Wacana Moratorium IKN Menguat di DPR, Nasib Proyek Rp460 Triliun Dipertanyakan

Wacana moratorium pembangunan IKN bergulir di DPR di tengah ketidakjelasan arah pemindahan ibu kota negara di era Presiden Prabowo Subianto. Foto-Net--
Radarlambar.bacakoran.co- Wacana penghentian sementara atau moratorium pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mulai bergulir di parlemen, menyusul ketidakjelasan arah pemindahan ibu kota negara pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Usulan moratorium disampaikan oleh salah satu pimpinan Partai NasDem yang mendorong pemerintah segera menetapkan kebijakan tegas terkait kelanjutan IKN. Jika tidak memungkinkan melanjutkan pembangunan secara optimal, opsi penghentian sementara dipandang sebagai langkah realistis agar tidak membebani anggaran negara.
Salah satu opsi yang dikemukakan adalah mengubah status IKN menjadi ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Hal ini dinilai dapat menyudahi perdebatan mengenai status proyek dan sekaligus memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun.
Selain itu, usulan lain muncul agar pemindahan pusat pemerintahan dilakukan secara bertahap. Salah satu gagasan yang berkembang adalah menempatkan wakil presiden dan sejumlah kementerian untuk mulai berkantor di IKN sebagai langkah awal.
Pemerintah saat ini telah menggelontorkan anggaran hingga Rp151 triliun, dengan rincian Rp89 triliun berasal dari APBN dan sisanya dari investasi swasta. Dana tambahan senilai Rp48,8 triliun sudah disiapkan hingga 2029, dalam rangka melanjutkan fase pembangunan sesuai rencana jangka panjang hingga 2045.
Para analis memperingatkan bahwa IKN sudah tergolong proyek "terlalu besar untuk gagal", mengingat skala investasi dan infrastruktur yang telah dibangun. Jika proyek dihentikan secara tiba-tiba, risiko mangkrak dan pemborosan anggaran sangat besar.
Namun, sejumlah pengamat menyarankan moratorium dilakukan sambil memaksimalkan pemanfaatan fasilitas yang sudah ada. Beberapa skenario seperti menjadikan IKN sebagai lokasi pelatihan militer, pusat pelestarian alam, atau kawasan wisata nasional dinilai lebih masuk akal dibanding melanjutkan pembangunan tanpa kepastian anggaran dan arah politik.
Terdapat pula gagasan untuk menetapkan IKN sebagai kawasan khusus atau mengalihkan statusnya menjadi ibu kota provinsi. Pendekatan ini memungkinkan pengelolaan tetap berjalan tanpa membebani fiskal negara secara berlebihan.
Keputusan pemerintah selanjutnya akan menjadi penentu apakah IKN akan tetap dilanjutkan sebagai simbol pemindahan ibu kota negara, atau justru menjadi monumen mangkraknya megaproyek akibat tekanan anggaran dan dinamika politik nasional.(*)