Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan adanya dugaan praktik korupsi yang terstruktur dalam pengelolaan minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.
Sindikat di dalam perusahaan diduga menyebabkan beban subsidi yang sangat tinggi, yang seharusnya tidak perlu terjadi jika tata kelola minyak mentah dijalankan dengan benar.
Isu Oplosan Pertamax Menyebar
Setelah kasus ini mencuat, muncul narasi yang menyebutkan bahwa Pertamax dicampur dengan Pertalite, yang semakin memperkeruh suasana.
Isu tersebut viral di media sosial, menambah keresahan masyarakat yang sudah mulai curiga terhadap kualitas BBM yang mereka konsumsi.
Menanggapi hal tersebut, Pertamina segera memberikan klarifikasi. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa kualitas Pertamax yang dijual sudah sesuai dengan spesifikasi RON 92, dan telah lulus uji dari Lembaga Sertifikasi Produk Migas (Lemigas).
Penyelidikan dan Penetapan Tersangka
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina.
Beberapa di antaranya adalah pejabat tinggi di Pertamina Patra Niaga dan PT Kilang Pertamina Internasional.
Para tersangka termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, serta beberapa pejabat lainnya yang terlibat dalam pengaturan harga minyak mentah yang melanggar aturan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa skandal ini bermula pada tahun 2018, ketika pemerintah mencoba memenuhi kebutuhan minyak mentah dari dalam negeri.
Namun, sejumlah tersangka memilih untuk melakukan impor minyak mentah dan memanipulasi proses pengadaan untuk kepentingan pribadi.
Modus Korupsi dan Dampaknya pada Negara