Netanyahu Pertimbangkan Jalur Militer Bebaskan Sandera di Gaza, Krisis Kemanusiaan Memburuk

Selasa 05 Aug 2025 - 14:05 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO -Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan tengah mempertimbangkan opsi militer sebagai upaya untuk membebaskan sekitar 20 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza. Langkah ini muncul di tengah kebuntuan negosiasi antara Israel dan kelompok Hamas, serta belum ditemukannya solusi diplomatik yang efektif.

Hamas sebelumnya menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan seluruh sandera jika Israel menghentikan perang secara permanen dan menarik pasukannya dari Gaza. Namun, hingga kini pemerintah Israel hanya membuka kemungkinan gencatan senjata sementara, yang dinilai belum memenuhi tuntutan utama Hamas. Beberapa pengamat menilai hal ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang Israel untuk mempertahankan dominasi militer dan kontrol atas Gaza.

Di sisi lain, laporan media menyebut bahwa proses perundingan antara Israel dan Hamas kemungkinan masih memerlukan waktu berbulan-bulan. Salah satu prasyarat yang diajukan Hamas dalam perundingan adalah dibukanya jalur masuk ratusan truk bantuan kemanusiaan ke Gaza. Isu kemanusiaan memang menjadi titik penting dalam dinamika konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Situasi tersebut memicu gelombang protes besar-besaran di Israel. Ribuan warga memenuhi jalan-jalan utama di Tel Aviv pada akhir pekan, mendesak pemerintah untuk segera menghentikan perang dan memulangkan para sandera yang masih hidup. Di tengah demonstrasi itu, keluarga korban menyuarakan keputusasaan mereka, seraya menuntut tindakan cepat dari pemerintah.

Isu penyanderaan juga menarik perhatian internasional. Delegasi Amerika Serikat yang terdiri dari utusan khusus dan duta besar melakukan kunjungan ke Israel serta wilayah konflik guna mengevaluasi sistem distribusi bantuan yang dikembangkan bersama Israel. Kunjungan ini bertepatan dengan meningkatnya kekhawatiran global terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza.

Laporan dari badan-badan kemanusiaan menyebutkan bahwa Gaza saat ini berada dalam kondisi kelaparan akut. Banyak wilayah telah mencapai titik kritis, dengan tingkat malnutrisi yang terus meningkat. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 175 korban jiwa akibat kelaparan, termasuk 93 anak-anak. Bantuan yang dikirimkan oleh Israel dinilai tidak mencukupi oleh berbagai organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Konflik terbaru dipicu oleh serangan roket besar-besaran dari Hamas pada 7 Oktober 2023, yang disusul oleh serangan darat ke wilayah Israel dan penyanderaan ratusan warga. Pemerintah Israel merespons dengan meluncurkan Operasi Iron Swords, yang memperluas operasi militer ke wilayah Gaza dan memicu bencana kemanusiaan berskala besar.

Blokade total diberlakukan, memutus pasokan kebutuhan dasar seperti air, listrik, bahan bakar, makanan, dan obat-obatan. Hingga kini, lebih dari 60.400 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Konflik pun meluas ke wilayah Lebanon dan Yaman, serta memicu ketegangan militer dengan Iran.

Situasi ini menempatkan Netanyahu dan pemerintahannya dalam tekanan besar, baik dari masyarakat domestik yang menuntut pemulangan sandera, maupun dari komunitas internasional yang mengkritik keras dampak kemanusiaan akibat serangan militer Israel di Gaza. (*)


Kategori :