Krisis Ekonomi Melanda Malawi: Inflasi Meningkat, Upah Tak Mampu Beli Makanan Pokok

Krisis ekonomi yang semakin memprihatinkan kini melanda Malawi, dengan dampak signifikan pada kehidupan sehari-hari warganya. Foto Dok/Net ---

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Krisis ekonomi yang semakin memprihatinkan kini melanda Malawi, dengan dampak signifikan pada kehidupan sehari-hari warganya. Menurut laporan AFP pada Senin (22/3/2025), inflasi pangan di negara tersebut tercatat mencapai 38,5% pada Februari 2025, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan harga pangan, terutama jagung—makanan pokok negara ini—telah melambung tinggi. Sebuah kantong jagung 50 kg kini dibanderol hampir tiga kali lipat harga sebelumnya pada Desember, mencapai 110.000 kwacha (sekitar Rp 1 juta).

 

Kenaikan harga jagung ini semakin memperburuk daya beli masyarakat, yang sudah tertekan oleh inflasi. Upah minimum bulanan yang seharusnya mencukupi kebutuhan hidup kini turun menjadi sangat rendah. Para pekerja rumah tangga bahkan hanya menerima gaji sekitar US$ 26 (Rp 429 ribu), yang sangat jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

 

Steve Magombo, ketua asosiasi pedagang pasar di Malawi, menyatakan bahwa lonjakan harga sejak Januari 2025 tidak realistis. Kenaikan harga ini benar-benar tidak bisa diterima, ujarnya, menambahkan bahwa situasi ini telah memicu gelombang protes besar di kalangan pedagang dan masyarakat. Magombo memimpin demonstrasi yang melibatkan lebih dari 5.000 pedagang ke parlemen pada akhir Februari lalu. Protes ini menjadi salah satu yang terbesar di ibu kota dalam beberapa tahun terakhir, diikuti oleh aksi serupa di berbagai kota di Malawi.

 

Protes yang terjadi beberapa bulan sebelum pemilihan umum pada September mendatang menunjukkan ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan yang saat ini dipimpin oleh Presiden Lazarus Chakwera. Demonstrasi ini mengingatkan pada aksi-aksi serupa yang terjadi pada 2019, yang akhirnya membawa Chakwera ke tampuk kekuasaan.

 

Malawi Hadapi Krisis Ekonomi Parah

 

Malawi, dengan populasi sekitar 21 juta orang, menghadapi tantangan besar dalam menangani krisis ekonomi yang sudah berlangsung lama. Berdasarkan data Bank Dunia, 75% penduduk negara ini hidup dalam kemiskinan. James Woods, seorang pakar kebijakan asal Inggris, mengungkapkan bahwa saat ini Malawi mengalami krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade terakhir, dengan inflasi dua digit yang mempengaruhi daya beli rumah tangga. Banyak barang-barang pokok kini menjadi barang mewah yang sulit dijangkau.

 

Kehancuran nilai mata uang kwacha juga semakin memperburuk keadaan. Kwacha telah kehilangan lebih dari setengah nilainya sejak 2022 setelah sejumlah devaluasi tajam, yang memperburuk biaya impor dan semakin memperburuk inflasi. Para pakar menyebutkan bahwa kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang semakin menggerogoti ekonomi negara.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan